Mantan Jihadis: Lebih Baik Bisnis Dibanding Ikut ISIS
Banyak mantan jihadis asal Jawa Tengah menolak bergabung Negara Islam Irak Suriah (ISIS) kendati diiming-imingi kemakmuran.
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, SEMARANG - Banyak mantan jihadis asal Jawa Tengah menolak bergabung Negara Islam Irak Suriah (ISIS) kendati diiming-imingi kemakmuran. Mereka memilih bekerja secara halal di Indonesia karena itu juga bagian dari jihad.
Seorang mantan jihadis, Yusuf Adirima alias Abu Husna mengungkapkan, berhenti dari dunia radikalisme turut mengubah pandangannya tentang konsep rezeki. Dulu, ia mengakui rezeki di bawah kilauan panji-panji jihad.
"Rezeki adalah Ghanimah, yakni segala harta kekayaan orang-orang kafir yang dikuasai oleh kaum muslimin melalui perang penaklukan (harta rampasan perang). Dulu rezeki di bawah kilauan pedang," kata Yusuf lalu tersenyum pada Tribun Jateng, Rabu (8/4).
Kini, Yusuf punya pendapat lain berkaitan dengan rezeki. Baginya rezeki sesuai ajaran rasul adalah bagi mereka yang rajin berusaha. “Tidak mesti melalui rampasan perang,” tandasnya.
Ia berujar sebenarnya ada dua konsep mata pencaharian (rezeki) yang dijalankan para jihadis yaitu amal sehari-hari dan amal dari perang. Dulu amal (rezeki) dari perang jadi rezeki primer, sekarang usaha sehari-harilah yang jadi amal utama.
"Bagi saya rezeki itu pilihan amal. Kalau di lapas, amal terbaik adalah baca Quran. Ketika keluar, sebaliknya, saya harus berinteraksi dengan kehidupan yang kompleks," tuturnya.
Ia tidak menampik cerita masa lalunya. Namun, terkait Islam yang dipikirkannya saat ini adalah Islam sebagai jawaban. Jika ada pengangguran, bagaimana Islam menjawabnya dan lain sebagainya.
“Begitu juga sebagai kaum muslim yang hidup di Indonesia. Sudah seharusnya usaha yang dilakukannya sesuai aturan yang ada di Indonesia,” tandasnya.
Vonis 10 tahun
Ketika melihat helikopter United Nations (PBB) terbang rendah di Kota Semarang, Yusuf Adirima alias Abu Husna langsung berkomentar. Mantan narapidana kasus terorisme itu berujar, ketinggian helikopter bisa dijangkau oleh senjata para jihadis jika helikopter itu melintas di wilayah konflik.
"Pakai senjata saja cukup, tidak perlu pakai bazooka. Eman-eman amunisinya," kata Yusuf yang menjelaskan situasi perang sesungguhnya ketika berbincang dengan Tribun Jateng.
Itulah nukilan kisahnya yang pernah bergelut dengan dunia radikalisme yang membuatnya divonis 10 tahun penjara. Ia bebas setelah menjalani hukuman 5,5 tahun di Lapas Kedungpane Semarang dan menjalani pembebasan bersyarat.
Pada masa lalu, ia pernah berperang di Filipina Selatan membantu perjuangan Moro Islamic Liberation Front (MILF). Lalu terlibat konflik Poso hingga akhirnya dibekuk Densus 88 pada 9 Juli 2003 di Semarang dengan tuduhan memasok senjata ke Poso.
Kini, ia bermetamorfosa menjadi seorang pengusaha rental mobil dan warung makan Dapoer Bistik di Solo. Pria yang dulu piawai menarik pelatuk senjata sejenis AK-47, kini piawai menjalankan bisnis restoran dan sewa mobil.