Kapoknya Iriani Kerja Jadi TKW
Aku sudah kapok kerja di luar negeri. Mending kerja di rumah saja, lebih tenang dan aman,
Editor: Budi Prasetyo
TRIBUNNEWS.COM.SEMARANG- Iriani (34), warga Desa Ngombak, Kedungjati, Grobogan, mempunyai banyak pengalaman bekerja sebagai tenaga kerja wanita (TKW) di luar negeri. Iriani pun tidak hanya sekali berangkat menjadi TKW, hingga akhirnya Iriani memutuskan untuk tidak kembali lagi.
"Aku sudah kapok kerja di luar negeri. Mending kerja di rumah saja, lebih tenang dan aman," kata Iriani kepada Tribun Jateng, pekan lalu.
Iriani merupakan satu dari sekian banyak korban trafficking buruh migran. Iriani mengaku kapok lantaran telah ditipu oleh Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) yang memberangkatkannya pada 2013 lalu.
Iriani sebelumnya pernah menjadi TKW legal di Malaysia mulai 2008. Saat bekerja di Malaysia, dirinya pun berpindah-pindah tempat kerja sebagai pembantu rumah tangga (PRT). Sebagai PRT yang berganti-ganti majikan, Iriani mengaku pernah mengalami perlakuan kasar majikannya.
"Kalau pada pemberangkatan 2008, saya masih resmi dan pakai PJTKI resmi juga. Meski begitu, tidak enak jadi TKW, saya juga kadang dipukul. Tapi saya terus bertahan sampai akhirnya pulang kampung pada tahun 2011," cerita Iriani.
Setelah pulang kampung halaman, Iriani sebenarnya tidak ingin kembali bekerja di luar negeri sebagai TKW. Hingga akhirnya pada 2013, datang seorang PL (agen pencari kerja) ke kampung halamannya. Oleh PL tersebut, Iriani mengaku dibujuk untuk kembali bekerja.
Kepada Iriani, PL tersebut menjanjikan Iriani bekerja di restoran yang berada di Batam. Iriani akhirnya bersedia bekerja kembali seperti yang dijanjikan PL yang mendatanginya tersebut. Sesampainya di Batam, Iriani tidak langsung bekerja seperti yang dijanjikan.
Iriani terlebih dahulu ditampung di sebuah rumah di Batam. Di penampungan tersebut, juga terdapat puluhan perempuan calon TKW dari beberapa daerah, seperti Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Nusa Tenggara Barat (NTB). "Awalnya saya tidak mau karena pertimbangan anak masih kecil. Tapi entah kenapa saya akhirnya mau," tuturnya.
Setelah beberapa bulan di penampungan itu, Iriani kemudian diberangkatkan untuk bekerja. Bukannya pekerjaan seperti yang dijanjikan, yaitu bekerja di restoran di Batam, justru Iriani dikirim ke Babussalam, Malaysia, sebagai PRT.
"Saya kerja dari jam 04.00 sampai 24.00. Tidur cuma empat jam. Saya sering dimarahi dan dipukul, saya sempat sakit juga. Tapi, yang menjadi masalah, ternyata paspor keberangkatan saya itu palsu. Sampai dilaporkan ke polisi juga, hingga akhirnya saya dipulangkan ke Batam lagi," katanya.
Kepala Sub Direktorat IV Remaja Anak dan Wanita (Renata) Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jateng, AKBP Susilowati bahkan mengatakan sejumlah gadis di bawah umur asal Jateng dipekerjakan sebagai pekerja seks komersial (PSK) di tempat prostitusi di Malaysia.
"Mereka korban human trafficking, ada tiga orang. Dipekerjakan di tempat prostitusi di Malaysia," kata Susilowati, belum lama ini.
Wanita yang akrab disapa Susi ini mengatakan pihaknya bekerja sama dengan Mabes Polri untuk penanganan kasus tersebut. Selama ini, menurut Susi, upaya pencegahan terjadinya human trafficking terus dilakukan.
Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (BP3AKB) Provinsi Jawa Tengah, Sri Kusuma Astuti mengatakan wilayah Jateng sejak 2014 lalu jadi daerah transit human trafficking.
Penyebabnya adalah adanya akses penerbangan langsung ke luar negeri seperti Singapura atau Malaysia. "Pada 2014 lalu, ada 36 korban trafficking asal Nusa Tenggara Timur (NTT) yang kami temukan," katanya saat ditemui di Wisma Perdamaian belum lama ini.
Ia mengatakan, 36 warga NTT itu ditampung di sebuah daerah di Jawa Tengah. Usianya mulai dari dewasa hingga usia anak-anak. Salah satu korban tidak tahan terus ditampung, akhirnya melapor.
Saat ditemukan, keadaannya tidak terurus. Beberapa korban harus dirawat psikiater karena stres, dan beberapa lainnya harus dirujuk ke rumah sakit. "Sebenarnya kami sudah bekerjasama dengan 15 provinsi untuk masalah trafficking. Tapi terkadang beberapa daerah kesulitan keuangan untuk memulangkan warganya, " jelasnya.
Sri mengatakan pihaknya mempunyai program pembinaan untuk korban trafficking maupun keluarganya. Beberapa korban diberi modal untuk usaha hingga didampingi agar tidak kembali jadi korban.
Baginya, kunci pencegahan trafficking ada di tingkat desa. Para perangkat desa harus mengetahui tentang syarat resmi pemberangkatan tenaga kerja indonesia (TKI) hingga kenal dengan warganya. "Desa sebagai tempat memfilter, apakah misalnya PJTKI sudah sesuai ketentuan atau belum dan sebagainya. Untuk pencegahan trafficking saya kira perlu gugus tugas hingga tingkat kelurahan," jelasnya.(tim)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.