Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Serunya Kisah Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan dari Tukang Kupat Tahu

Kupat Tahu Mang Ade sejak lama menjadi primadona warga Garut dalam hal kuliner kaki lima.

Editor: Sugiyarto
zoom-in Serunya Kisah Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan dari  Tukang Kupat Tahu
TRIBUN JABAR/M SYARIF ABDUSSALAM
Mang Ade penjual kupat tahu yang mantan penjuang ini sedang melayani pelanggannya di gerobaknya yang biasa mangkal di perempatan Jalan Bank dengan Jalan Pramuka, Kecamatan Garutkota, Kabupaten Garut, Sabtu (9/5). 

Laporan Wartawan Tribun Jabar, M Syarif Abdussalam

TRIBUNNEWS.COM, GARUT - Kupat Tahu Mang Ade sejak lama menjadi primadona warga Garut dalam hal kuliner kaki lima.

Ketupatnya yang sangat padat dan beraroma kuat daun kelapa menjadi ciri khasnya.

Tahu goreng berkulit garing dipadu dengan saus kacang gurih dan sangat lembut ikut memanjakan mulut para penikmatnya dalam setiap kunyahan potongan ketupat dan taoge rebus.

Setiap hari, Mang Ade menjajakan kupat tahunya dari gerobak di perempatan Jalan Bank dengan Jalan Pramuka, Kecamatan Garutkota, Kabupaten Garut.

Para pelanggannya menikmati kupat tahu di atas bangku yang berderet di atas trotoar. Banyak juga yang sengaja membeli kupat tahu Mang Ade dengan cara dibungkus.

Setiap pagi, gerobak kupat tahu Mang Ade nyaris tidak pernah sepi. Kelezatan kupat tahunya yang sudah lama tersohor dan perangai Mang Ade yang sangat ramah nampaknya terus menjadi magnet warga untuk kembali membeli kupat tahunya inu.

Berita Rekomendasi

Dibalik keramaian gerobak kupat tahunya, Mang Ade memendam segudang cerita dan pengalaman tentang sejarah perjuangan Indonesia.

Siapa sangka, pria kelahiran Garut pada 1937 ini sempat ikut berjuang mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

Masih teringat dalam benaknya, saat Ade berusia 20 tahun. Dia memutuskan untuk bergabung dengan satuan Wajib Militer Darurat (Wamilda).

Niatnya hanya satu, mengabdi kepada negara yang baru merdeka dengan cara memberantas pemberontak yang mengganggu kemerdekaan Indonesia.

"Saat itu pemberontak DI/TII membuat banyak kekacauan dan teror. Mereka tidak mau mengakui NKRI dan membunuh banyak orang. Saya hanya ingin masyarakat hidup aman dan merdeka. Akhirnya, saya putuskan bergabung dengan Wamilda," kata Ade, Sabtu (9/5).

Berbekal sebuah senjata laras panjang yang didapat dari rampasan perang, Ade bersama satuannya berjuang melawan pergerakan DI/TII dari mulai Kecamatan Banyuresmi sampai Kecamatan Baluburlimbangan.

Menurut Ade, walaupun sempat menjadi pejuang, dia tidak mau menggantungkan hidupnya dari anggaran pemerintah.

Ade mengatakan bukan dari bantuan pemerintah, dia bersama istri dan enam anaknya hidup dengan mencari nafkah sendiri. (*)

Sumber: Tribun Jabar
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas