Kisah Gigih Tunanetra Mengais Rezeki di Sudut Malioboro
Kakinya melangkah, tanpa mengetahui ke mana arah. Keringat mengucur tepat di dahinya, sambil berjalan menggunakan tongkat, ia menenteng keranjang
Editor: Sugiyarto
"Istri saya tuna netra juga. Dia pekerjaannya menyanyi, kalau tidak, jadi tukang pijat tuna netra. Saya pun begitu, bernyanyi, jualan roti, pijat juga bisa," kata pria beruban itu.
Maryono dan Suminah kini tinggal di sebuah kamar kos yang berada di daerah Wirobrajan, Yogyakarta. Dalam sebulan mereka harus membayar uang kos sebesar Rp 400.000.
"Saya belum punya rumah. Dulu sempat punya, tapi dipakai oleh mantan istri saya yang pertama. Saya tidak mengharapkan apa-apa, menyewa kamar kos pun saya sudah bahagia bersama istri saya sekarang," Maryono bercerita.
Maryono dan Suminah belum dikaruniai seorang anak sampai saat ini. Namun Maryono mengaku, ia masih nyaman-nyaman saja tinggal berdua bersama istrinya.
"Terserah Allah saja saya mau dikasihnya kapan, saya terima-terima saja," kata Maryono.
Maryono berkata, sebenarnya ia merasa sedikit kewalahan untuk membayar kos. Ia mengatakan, dengan berjualan roti, ia hanya bisa mendapatkan rata-rata penghasilan sebesar Rp 800.000 sebulan.
Itu pun digunakan untuk Maryono dan Suminah."Saya berharap bisa punya rumah, walaupun hanya Hak Guna Bangunan. Saya merasa kewalahan. Untung saja pemilik kos bisa mengerti, kadang saya bayarnya nyicil," ujar pria berusia 46 tahun itu.
Maryono mengatakan, dirinya tidak pernah merasa kesulitan saat berjualan roti keliling. Ia sangat menikmati ptofesinya sekarang.
"Harus disyukuri, karena Allah masih kasih saya tenaga yang kuat untuk mencari nafkah," ujarnya dengan tersenyum. (tribunjogja.com)