Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Mangkir Bayar Pajak, 19 Pengusaha Aceh Dicegah ke Luar Negeri

Kantor Wilayah (Kanwil) Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Aceh mulai bersikap tegas terhadap para penunggak pajak.

Editor: Sugiyarto
zoom-in Mangkir Bayar Pajak, 19 Pengusaha Aceh Dicegah ke Luar Negeri
ist

TRIBUNNEWS.COM, BANDA ACEH - Kantor Wilayah (Kanwil) Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Aceh mulai bersikap tegas terhadap para penunggak pajak.

Saat ini tercatat sudah 19 pengusaha Aceh yang terjerat kasus yang kemudian berlanjut pada pencegahan mereka bepergian ke luar negeri.

Hal itu diungkapkan Kepala Kanwil DJP Aceh, Mukhtar, seusai acara Sosialisasi Peraturan Menteri Keuangan Nomor 91/PMK.03/2015 yang berlangsung di Aula Kantor Pajak Pratama (KPP) Banda Aceh, Jumat (12/6).

Acara tersebut dihadiri Kapolda Aceh, Irjen Pol Husein Hamidi, Kepala Inspektorat Aceh, Syahrul Badruddin SE, kontraktor dan sejumlah pengusaha emas dan permata.

“Ada beberapa pengusaha yang kita cegah ke luar negeri. Jumlahnya ada 19 orang. Mungkin beberapa sudah dilepas,” kata Mukhtar kepada Serambi.

Mukhtar enggan menyebutkan siapa saja pengusaha dimaksud. Ia hanya memastikan bahwa semuanya merupakan pengusaha Aceh dan membuka usahanya di Aceh.

“Mereka kita cegah ke luar negeri karena berbagai upaya yang kita lakukan tidak berhasil. Kita sudah berupaya menagih secara baik-baik dan juga sudah kita paksa,” tambahnya.

Berita Rekomendasi

Mukhtar juga tidak bersedia menjelaskan secara spesifik jenis usaha para penunggak pajak tersebut. “Usahanya macam-macam. Kalau kontraktor tidaklah, mereka lebih baik, karena langsung dipotong,” kilah Mukhtar.

Namun, penelusuran Serambi, salah satu pengusaha kakap dimaksud berinisial IM. Namun, siapa IM? Itu masih belum jelas, termasuk 18 nama-nama pengusaha lainnya.

Akan disandera
Lebih lanjut Mukhtar menjelaskan, pencegahan ke luar negeri ditetapkan selama enam bulan dan dapat diperpanjang.

Apabila upaya ini juga tidak berhasil memaksa para pengusaha tersebut membayar tunggakan pajak, maka langkah selanjutnya yang akan dilakukan adalah gijzeling atau penyanderaan (kurungan).

Untuk Aceh, diakui belum ada penunggak pajak yang disandera. Namun, dia memastikan akan melakukan hal itu apabila para pengusaha tersebut tetap membandel dan tidak mau melunasi tunggakan pajaknya hingga tenggat waktu masa pencegahan ke luar negeri berakhir.

“Beberapa di antaranya sudah menjalani masa pencegahan ini selama empat dan tiga bulan,” sebut Mukhtar.

Oleh karena itu, dia meminta kepada para pengusaha, termasuk yang dalam masa pencegahan dan yang tidak, agar memanfaatkan program penghapusan sanksi pajak yang hanya berlaku khusus pada tahun ini.

Penghapusan sanksi diberikan terhadap tunggakan hingga lima tahun ke belakang. “Tahun depan tidak ada lagi pengampunan. Tahun depan masanya penegakan hukum,” pungkasnya.

Terhadap keluhan para pengusaha tentang lesunya kondisi perekonomian Aceh, Mukhtar menegaskan bahwa itu tidak ada kaitan dan tak bisa dijadikan alasan.

Lagi pula, tunggakan yang harus dibayar merupakan tunggakan tahun-tahun sebelumnya. Sementara tagihan pajak untuk tahun 2015 itu baru akan dibayarkan pada tahun 2016 nanti.

Sebelumnya, dalam sesi acara tanya jawab, beberapa pengusaha memang menyampaikan keluhannya soal kondisi ekonomi Aceh.

Lukman CM, salah satunya. Dia mengatakan kondisi ekonomi Aceh saat ini sangat lesu, bahkan tumbuh negatif.

Menurutnya, hal ini terjadi karena proses tender dan realisasi APBA yang sangat lambat.

“Kita minta Pemerintah Aceh agar bisa mempercepat tender dan realisasi serapan anggaran, karena ekonomi Aceh sangat tergantung pada dana pemerintah,” ujar Lukman.

Hal yang sama juga disampaikan pengusaha emas, Haji Harun Keuchik Leumik.

“Ekonomi Aceh memang sangat lesu. Kami sangat merasakannya, sangat sepi. Kita berharap pemerintah daerah bisa menangani masalah ini,” ujar Ketua Asosiasi Pengusaha Emas dan Permata Indonesia (Apepi) Aceh itu.

Gandeng polisi
Sementara itu, Kapolda Aceh menjelaskan, di tingkat pusat sudah ada nota kesepahaman bersama (MoU) antara Kapolri dan Kementerian Keuangan yang kemudian ditindaklanjuti oleh Direktorat Jenderal Pajak.

Kesepakatan ini kemudian turun hingga ke daerah, antara Kanwil DJP dengan Polda.

“Jadi kalau ada indikasi pengungkapan kasus pajak, atau kalau sudah dipungut tetapi tidak disetor, maka itu masuk dalam kategori korupsi. Kita akan usut,” tegas Kapolda. (yos)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas