Saksi: Margriet Sering Marah dan Pukul Engeline
Engeline dapat makan dua kali yang dimasak ibu angkatnya sendiri. Tapi jika tidak menjalankan tugas dengan baik, Engeline mendapat hukuman.
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, DENPASAR - Kematian Engeline (sebelumnya disebut Angeline) membuat Franky A Maringan (46) merasa terpukul. Franky adalah salah-satu dari tiga saksi kasus penelantaran anak yang dihadirkan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Denpasar di Polda Bali, Kamis (18/6/2015) kemarin.
Mereka memberikan keterangan kepada penyidik Polda dalam kasus dugaan penelantaran Engeline.
Tiga saksi yang dibawa P2TP2A itu berasal dari Balikpapan, Kalimantan Timur.
Franky mengenal dekat Engeline karena pernah menjadi pekerja di rumah ibu angkat Engeline, yaitu Margriet, selama tiga bulan untuk mengurus ayam-ayam peliharaannya.
Setelah diperiksa menjadi saksi di Polda Bali dalam kasus yang tersangkanya adalah Margriet (ibu angkat Engeline) itu, Franky bercerita banyak tentang kehidupan sehari-hari Engeline.
"Engeline sudah saya anggap sebagai anak. Tanpa saya minta, dia (Engeline) memanggil saya papa. Dia suka bercanda dengan saya, suka digendong. Kalau saya lagi menyapu halaman, minta gendong, ya saya gendong. Bagi saya, kematian Engeline ini seolah saya kehilangan satu anak," kata Franky.
Awalnya, Franky mengetahui kasus Engeline dari pemberitaan di televisi.
Karena merasa iba dan pernah memiliki hubungan dekat dengan Engeline, Franky pun saat itu langsung berniat kuat untuk menjadi saksi dalam kasus Engeline.
Namun, ia tak tahu harus menyampaikan maksud tersebut kepada siapa.
Akhirnya, paman Franky yang tinggal di Malang (Jawa Timur) memberikan nomor kontak Sekretaris Jenderal P2TP2A, Siti Sapurah.
"Ini benar-benar panggilan hati nurani saya," ucap Franky.
Ia mengatakan, hanya memberikan keterangan sesuai apa yang ia ketahui selama bekerja dan tinggal di rumah Margriet mulai Desember 2014 hingga Maret 2015.
Dia di rumah tersebut bekerja membersihkan rumah dan memberi makan ayam. Engeline juga diperintahkan bekerja oleh Margriet.
"Saya beri makan ayam yang besar, Engeline beri makan ayam kecil hingga mengepel rumah. Itu diperintah oleh Margriet," kata Franky.
Selain Franky, dua saksi lain yang dihadirkan yaitu Yudith dan Laura yang juga sempat tinggal di rumah Jalan Sedap Malam pada periode Desember 2014 hingga Maret 2015.
Laura disebut-sebut sebagai kerabat Margriet.
Dikatakan Franky bahwa Margriet kerap memarahi Engeline.
"Selalu marah dengan Engeline, selalu bentak-bentak, dipukul bagian kaki, bagian badan, sering dihambat rambutnya. Rambutnya Engeline kan panjang. Dianggap tidak mengerjakan tugas, seperti disuruh ngepel, menyapu, kasih makan ayam," katanya.
Franky juga menceritakan mengenai asupan makanan untuk Engeline, yakni nasi dan lauk pauk seperti biasanya.
Dalam sehari, Engeline dapat makan dua kali yang dimasak ibu angkatnya sendiri. Tapi jika tidak menjalankan tugas dengan baik, Engeline mendapat hukuman.
Ia berharap, kasus ini dapat dituntaskan dan transparan sehingga pelaku dapat dihukum sesuai hukum.
Siti Sapurah menjelaskan, ketiga saksi yang didatangkan P2TP2A itu mengetahui pemberitaan Engeline dari media massa.
"Ketika mereka melihat berita, mereka tahu betul jika itu Engeline yang mereka kenal. Karena mereka pernah tinggal di rumah Engeline di Jalan Sedap Malam 26 Denpasar," ujar Sapurah.
Menurut Ipung, panggilan Siti Sapurah, ketiga orang tersebut datang dengan kerelaannya sendiri tanpa ada paksaan dari siapa pun.
"Mereka cari-cari orang yang bisa dihubungi dan mereka menemukan nomor saya. Mereka menghubungi saya dan mengatakan ingin berbicara langsung dengan polisi atau penyidik," ujarnya.
Ketiga saksi tiba di Denpasar Rabu (17/6/2015) malam.
Ipung mengaku tidak ada yang menyuruh mereka untuk menjadi saksi. Semuanya merasa terpanggil untuk mengungkapkan kebenaran dan keadilan.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.