Dosen ITB Ini Yakin Tekatnya Mengubah Enceng Gondok Jadi Energi Listrik Terwujud Tahun Ini
Ia ingin mengubah enceng gondok yang tumbuh liar di danau menjadi tenaga listrik.
Editor: Sugiyarto
TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Sejak 2012 hingga kini, proyek yang digagasi oleh dosen ITS (Institut Teknologi Bandung) jurusan Matematika, Fakultas MIPA, Suharmadi Sanjaya, belum terwujud.
Ia ingin mengubah enceng gondok yang tumbuh liar di danau menjadi tenaga listrik.
Suharmadi, pada tahun 2012 sudah menandatangani kerja sama dengan perusahaan Belanda, yang rencananya melaksanakan proyeksi enceng gondok itu di Lamongan.
”Namun karena ketuanya meninggal dunia, jadinya proyek itu gagal. Mau mulai dari awal susah,” terangnya ketika ditemui di kantor dosen Jurusan Matematika Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya, Selasa (23/6/2015).
Tak ingin menyerah, Suharmadi terus melanjutkan proyek ini hingga ke Pulau Sulawesi pada tahun 2013. Tepatnya di Danau Tempe, Sulawesi Selatan.
Proyek yang menelan biaya sebesar 33 juta dolar ini, lagi-lagi harus mendapatkan kendala. Yakni harus menunda hingga urusan politik selesai.
”Di Sulawesi ini memang ada kendala selain perizinan dari pemerintah yang akhirnya bisa ditembus, juga harus menunggu hingga urusan politik selesai,” tambahnya.
Pada akhirnya Suharmadi tahun ini merasa optimis agar bisa melaksanakan proyek yang luar biasa ini.
Enceng gondong tumbuh liar di danau. Melalui program ini, Suharmadi bersama bizcomm (asosiasi pebisnis Surabaya internasional) bisa menggandeng BTN (buruh, tani, nelayan).
”Mengapa saya menargetkan BTN, karena mereka yang mempunyai peluang lebih besar untuk menjalankan program ini. Tujuanya cuma satu, saya hanya ingin mengurangi angka kemiskinan dan juga angka pengangguran di Indonesia ini. Dengan adanya proyek mengubah enceng gondok, kan banyak masyarakat yang akan memperoleh pekerjaan. Serta manfaatnya juga besar,” tambahnya yang fokus dibidang matematika ini.
Suharmadi menjelaskan, enceng gondok ini bisa tumbuh di mana saja dan tumbunya juga cepat.
”Limbah yang dihasilkan ketika memusnahkan enceng gondok ini kan bisa merusak ekosistem danau, selain itu, ikan-ikan juga akan mati. Oleh karena itu, lebih baik dimanfaatkan untuk dibuat menjadi energi listrik,” terangnya.
Ia menyebutkan, semua biaya dan juga peralatan yang sudah siap untuk dijalankan. Seperti dana yang mendapat bantuan dari Belanda sebesar 12 juta dolar.
Selain menghasilkan tenaga listrik, enceng gondok juga bisa menghasilkan pupuk cair maupun padat serta air bersih sebanyak 30.000 liter/hari.
”Mengingat lagi, menurut data nasional, minyak itu ketersediaannya hanya tinggal 9 tahun, gas bumi hanya tinggal 32 tahun, serta batu bara sebanyak, 65 tahun. Dengan enceng gondok ini, kita bisa menghemat penggunaan bahan alam itu,” tandas lulusan S3 di Strathclyde University, United Kingdom itu.
Ia sangat berharap ia bisa melanjutkan gagasan ini yang menargetkan 15 pulau inti di Indonesia yang ditumbuhi oleh enceng gondok.
Lantas ia menjelaskan bagaimana mengubah enceng gondok menjadi tenaga listrik.
”Kita pakai teknologi mirip sapi. Awalnya enceng gondok ini dihancurkan, lalu di fermentasi selama tujuh hari. Lalu baru diserap gas metananya untuk dijadikan energi listrik,” tambahnya.
Karena, lanjutnya, enceng gondok ini mengandung gas metan (ch4) sebanyak 90% dan sisanya gas karbon dioksida (co2). Nama alat-alatnya di antaranya ialah Array of Digesters, Pre-digester, dan Generator.