Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Koruptor dari Semarang Nyamar Jadi Penyadap Karet di Banyuasin

Salah satu tersangka kasus korupsi beras miskin di Desa Popongan, Kecamatan Bringin, Kabupaten Semarang, Ikroni, ditangkap

Editor: Sugiyarto
zoom-in Koruptor dari Semarang Nyamar Jadi Penyadap Karet di Banyuasin
KOMPAS/HERU SRI KUMORO
ilustrasi 

TRIBUNNEWS.COM, SEMARANG - Salah satu tersangka kasus korupsi beras miskin di Desa Popongan, Kecamatan Bringin, Kabupaten Semarang, Ikroni, ditangkap Reskrim Polres Semarang di Banyuasin, Sumatera Selatan.

Ikroni ditangkap setelah menjadi buronan hampir dua tahun.

Petugas kesulitan dalam mencari Ikroni, sebab selama buron dia pura-pura menjadi buruh di pertanian karet.

"Selama saya di Banyuasin saya kerja jadi buruh, menderes karet," ucap Ikroni, Jumat (3/7/2015).

Mantan Ketua Satgas Raskin yang juga Kepala Urusan Keuangan tersebut kabur setelah mengetahui kepala desa yang juga atasannya ditetapkan menjadi tersangka korupsi kasus yang sama.

Kapolres Semarang AKBP Latif Usman mengatakan, peran tersangka Ikroni dalam kasus korupsi raskin ini adalah menjual raskin atas perintah Kepala Desa Popongan, Muhsinin.

Perbuatan itu dilakukan keduanya dalam kurun waktu tahun 2009-2012.

Berita Rekomendasi

"Untuk berkas kades telah P21 (lengkap dan dilimpahkan). Tersangka ini kami jemput dari lokasi persembunyiannya di Banyuasin, Sumsel, setelah buron dua tahun," kata Kapolres AKBP Latif Usman, Jumat (3/7/2015) siang.

Menurut Kapolres, kedua tersangka disangka dengan Pasal 2, Pasal 3, juncto Pasal 18 ayat (1) huruf b UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara. Total kerugian negara yang ditimbulkan akibat perbuatan tersangka adalah sebesar Rp 284 juta berdasarkan hasil audit BPKP tertanggal 17 Oktober 2013.

Sementara itu, tersangka Ikroni dalam pemeriksaan di Mapolres Semarang mengakui jika Raskin tersebut di jual di desa Truko. Kemudian seluruh uang hasil penjualan diserahkan kepada Kades.

Diakui, dari hasil penjualan tersebut setiap bulannya dia mendapatkan bagian Rp 200.000.

"Setiap bulan saya dapat bagian Rp 200.000, selama 4 tahun. Setelah itu saya kabur setelah Pak Lurah ditangkap," tutur bapak dua anak itu.

Sumber: Kompas.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
×

Ads you may like.

© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas