Waspada Angin Kencang dan Awan Cumulonimbus di Aceh
Masyarakat Aceh diminta lebih berhati-hati dalam empat hari ke depan (hingga 18 Juli 2015) saat mengendara karena peluang angin kencang masih terjadi.
Editor: Y Gustaman
TRIBUNNEWS.COM, BANDA ACEH - Masyarakat Aceh diminta lebih berhati-hati dalam empat hari ke depan (hingga 18 Juli 2015) saat mengendara, karena peluang angin kencang masih terjadi hingga akhir Juli nanti. Diprediksi kekuatan angin sampai 46 kilometer per jam.
Memasuki Agustus dan September, peluang angin kencang di Aceh mulai berkurang.“Meski ada, namun tidak sekencang pada Mei dan Juli ini,” ujar Analis Stasiun Meteorologi Kelas I Sultan Iskandar Muda Banda Aceh, Khairul Akbar kepada Serambi Indonesia, Senin (13/7/2015).
Ia menambahkan, angin kencang di Aceh tidak terjadi secara terus-menerus dan kecepatannya bisa mencapai 70 samapi 80 kilometer per jam. Kecepatan angin seperti ini mampu menumbangkan pohon dan menerbangkan baliho di jalan.
“Sedangkan potensi puting beliung sekarang tidak ada, hanya ada angin kencang. Puting beliung terjadi saat musim hujan dan peralihan musim kemarau ke musim hujan atau sebaliknya. Sedangkan sekarang kita masih di musim kemarau,” jelas dia.
Kepala Seksi Data dan Informasi Stasiun Meteorologi Kelas I Sultan Iskandar Muda Banda Aceh, Zakaria, menambahkan setiap orang yang akan berlayar di perairan Aceh hingga empat hari ke depan perlu mewaspadai cuaca ekstrem, ditandai keberadaan awan abu-abu.
“Kalau sudah ada awan menjulang tinggi berwarna abu-abu di langit, maka sudah seharusnya kita waspada, apalagi kalau sudah ada guntur,” terang Zakaria.
Awan abu-abu yang dimaksud Zakaria adalah awan kumulonimbus, yakni awan vertikal menjulang sangat tinggi, padat, dan sangat berperan menciptakan badai, petir, dan cuaca dingin.
Stasiun Meteorologi Kelas I Sultan Iskadar Muda Banda Aceh memastikan melaporkan potensi cuaca ekstrem ke Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA), syahbandar-syahbandar di perairan Aceh, serta pihak terkait lainnya.
Tujuan pengiriman data cuaca itu, lanjut Zakaria, agar syahbandar menjadikannya pedoman atau dasar untuk memutuskan apakah kapal yang hendak mengangkut penumpang atau barang diizinkan berlayar atau tidak.