Ratusan Pekerja Karaoke Geruduk Kantor Kabupaten Pati
"Karaoke tetap buka," teriak Ketua Paguyuban Pengusaha Cafe dan Karaoke Kabupaten Pati
Editor: Budi Prasetyo
TRIBUNNEWS.COM. PATI - "Karaoke tetap buka," teriak Ketua Paguyuban Pengusaha Cafe dan Karaoke Kabupaten Pati, Heri Susanto, usai mengikuti pertemuan antara pengusaha dan pejabat Pemerintah Kabupaten Pati di Ruang Kembangjoyo Setda Pati, Kamis (6/8/2015).
Teriakan Heri itu lantas diikuti ratusan pemandu karaoke dan karyawan hiburan malam di Pati yang sudah menunggu di luar ruangan pertemuan. Para pemandu karaoke itu yang banyak memilih menutup wjah mereka dengan masker itu turut ikut dalam pertemuan tersebut.
Tuntutan untuk Pemkab Pati merevisi Perda yang mengatur hiburan malam juga disuarakan lewat tulisan di lembaran karton yang mereka bawa.
Dalam pertemuan tersebut tidak mempertemukan kesepakatan apapun atau buntu. Namun, para pengusaha karaoke bertekad tetap membuka usahanya untuk beberapa waktu ke depan hingga ada kejelasan.
"Ada sekitar 1.230 karyawan dan pemandu karaoke yang bekerja. Jika itu ditutup semua, kami mau makan apa. Pemandu karaoke atau PK itu bukan PSK (pekerja seks komersial-Red). Jadi jangan larang kami," tegasnya.
Dia mengatakan, perputaran uang di bisnis tempat karaoke sangat banyak. Ia memperingatkan agar Pemkab Pati pikir-pikir sebelum memberanguskan karaoke.
Pertemuan itu membahas soal perda tentang Penyelenggaraan Kepariwisataan yang dinilai masih kontroversi. Pertemuan tersebut diharapkan menemukan solusi kedua belah pihak.
"Kami mengharapkan ada solusi antara kedua belah pihak dalam pertemuan ini. Persoalan yang terjadi supaya selesai agar kami bisa bekerja dengan nyaman," kata seorang koodinator pemandu karaoke, Sella (34).
Menurutnya, jika tempat karaoke benar-benar ditutup, akan banyak warga yang terkena dampak secara tidak langsung. Misalnya, pedagang kaki lima yang biasa berjualan di dekat tempat karaoke, pemilik kos, pemilik usaha cuci pakaian, dan pihak lain.
Pengusaha karaoke yang didampingi kuasa hukum menginginkan pemerintah memperhatikan asas legalitas tentang Perda Nomor 8 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Kepariwisataan.
Mereka menuntut agar karaoke yang didirikan sebelum 2013 tidak ikut terdampak adanya perda tersebut. Hingga saat ini, kuasa hukum pengusaha karaoke masih menunggu keputusan dari Mahkamah Agung (MA). Beberapa waktu yang lalu mereka mengajukan uji materi tentang perda tersebut.
"Saya mewakili 21 pengusaha karaoke hanya ingin menyamakan persepsi tentang perda itu. Kami anggap perda tersebut tidak berasaskan norma hukum sehingga kami serahkan ke MA," kata kuasa hukum pengusaha karaoke, Numerodin Gulo, saat berbicara di pertemuan tersebut.
Pertemuan dihadiri beberapa pejabat pemkab, antara lain Kepala Satpol PP, Kepala Dinas Pariwisata, Anggota DPRD Pati, dan Asisten Bidang Pemerintahan Sekda Pati. Selain itu, perwakilan dari ormas islam NU dan Muhammadiyah juga datang, serta dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).
Numerodin, mempermasalahkan Pasal 25 dalam perda itu. Di pasal tersebut, diatur tempat karaoke boleh beroperasi asalkan terletak di jarak 1.000 meter dari pemukiman, sarana umum, tempat ibadah, dan sarana pendidikan.
Menurutnya, jika tempat karaoke berlokasi di jarak tersebut, mereka takut tidak ada pengunjung yang berakhir gulung tikar. Hal itu pun dianggap sebagai akal-akalan pemerintah sebagai cara untuk mengusir mereka.
"Kalau tempat karaoke berjarak 1.000 meter, dipindahkan di tengah hutan? Jangan sekedar mengusir orang, namun juga harus diberikan solusi. Jangan seperti itu, tegakan perda dengan prinsip hukum bukan kepentingan politik," tegasnya.
Kondisi seperti itu, kata dia, bisa menimbulkan preseden buruk terhadap citra Kabupaten Pati. Asas legalitas dalam perda tersebut, ia ragukan.
Kekecewaan pengusaha karaoke juga timbul saat mereka akan mengurus perijinan di Dinas Pariwisata. Dinas tersebut tidak memberikan ijin untuk pengoperasian hiburan malam itu. (mam)