Anak SD dan SMP di Bantul Dipaksa Layani Napsu Seks Bapaknya
korban kasus incest masih di bawah umur, diantaranya seusia SD dan SMP.
Editor: Sugiyarto
Laporan Reporter Tribun Jogja, Anas Apriyadi
TRIBUNNEWS.COM, BANTUL - Kecenderungan kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan di Bantul diperkirakan meningkat pada tahun 2015 ini.
Kasus yang melibatkan anak termasuk kejahatan seksual diperkirakan masih mendominasi.
Pendamping hukum dari Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A) “Arum Dalu”, Andri Irawan menjelaskan hingga Agsutus ini sudah lebih dari 30 kasus yang ditangani P2TP2A, sementara pada tahun lalu ada 75 kasus.
"Relatif agak meningkat," katanya pada Kamis (13/8/2015).
Kasus kekerasan yang melibatkan anak menurutnya masih mendominasi. Kasus yang jadi sorotan akhir-akhir ini adalah kekerasan seksual yang dilakukan oleh ayah kandung terhadap anak atau incest.
"Kasus terakhir ada incest sebelum lebaran ada di kecamatan Bantul, dua hari setelah lebaran ada lagi di Jetis, dua-duanya dilakukan ayah kandung," ujarnya.
Lembar Dyahayu, pendamping psikologi dari P2TP2A “Arum Dalu” menerangkan umur korban kasus incest masih di bawah umur, diantaranya seusia SD dan SMP.
Kasus terakhir di Jetis menurutnya kasusnya telah dilimpahkan ke kepolisian.
"Yang SMP complicated masalahnya karena kondisi psikologis, bisa dibilang trauma, karena bapak-ibunya divorce (bercerai) dia tidak dekat dengan ibunya" paparnya.
Lembar menerangkan fenomena meningkatnya kasus kejahatan seksual pada anak-anak pada masa saat ini salah satunya disebabkan perkembangan teknologi dimana anak dan orang dewasa lebih mudah mengakses konten pornografi.
"Mengenai kasus faktornya apa itu rumit bisa dampak dari masa lalunya, interaksi keluarga seperti apa, biasanya karena kurangnya kedekatan dengan keluarga," ujarnya.
Wakil Ketua III DPRD Bantul, Arni Tyas Palupi mengakui Bantul berada pada peringkat kedua di DIY dalam banyaknya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Banyaknya kasus di Bantul menurutnya karena banyak di antara warga Bantul kecenderungannya mengalami gagap modernisasi khususnya pada kawasan urban.
Peran keluarga khususnya perempuan menurutnya menjadi penting dalam memproteksi anak dari pengaruh buruk modernisasi.
Karena itu pihak parlemen menurutnya sempat menggagas adanya anggaran untuk pendidikan politik dan hukum bagi perempuan dan ibu-ibu hingga tingkat desa.
Dengan pendidikan politik akan membuka wacana ke perempuan Bantul karena tidak cukup hanya memberikan makan dan fasilitas tapi bagaimana membekali anak menghadapi perkembangan teknologi, kebanyakan kasus pencabulan diajak nonton di warnet, di sini proteksi harus ada di keluarga," terangnya.
Meski begitu, Arni mengakui penganggaran program tersebut belum berjalan seperti yang diharapkan, sehingga Ia berharap program tersebut sudah bisa berjalan pada tahun 2016. (Tribunjogja.com)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.