Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

DIY Masih Bingung Tentukan Hari Jadi

Pembahasan penentuan hari jadi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) masih belum rampung.

Editor: Sugiyarto
zoom-in DIY Masih Bingung Tentukan Hari Jadi
Dok Tribun Jogja
Sejumlah wisatawan asing mengunjungi Keraton Yogyakarta. 

Laporan Reporter Tribun Jogja, M Nur Huda

TRIBUNNEWS.COM, YOGYA – Pembahasan penentuan hari jadi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) masih belum rampung.

Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X, memerintahkan agar penentuan hari jadi tersebut dikaji secara mendalam.

“Masih ada perbaikan. Saya minta tim ini mengkaji apakah hari jadi Pemda DIY ataukah hari jadi Yogyakarta, itu saja. Saya minta dikaji kembali,” kata Sultan saat ditemui usai menggelar rapat dengan tim perumus dan pihak terkait di Kepatihan, Rabu (19/8/2015).

Menurut Sultan, hari jadi Pemda DIY apakah disesuaikan dengan amanat 5 September 1945 saat Sultan HB IX mengeluarkan dekrit kerajaan untuk bergabung dengan Republik Indonesia, ataukah yang lainnya.

“Kalau pemerintahan di Yogyakarta, kan jauh sebelum itu (dekrit) sudah ada,” katanya.

Ia meminta tim yang terdiri dari para akademisi atau ahli sejarah, Keraton, Pakualaman, dewan pelestarian cagar budaya, dan tim dari pemda DIY, serta pihak lain, untuk mengkaji secara lengkap dari aspek historis, budaya, dan unsur filosofi.

Berita Rekomendasi

“Nanti presentasi lagi. Saya minta, nanti ingin masyarakat yang menentukan pilihan itu,” katanya.

Tim Perumusan Hari Jadi DIY, Djoko Suryo mengatakan, pembahasan memang memerlukan penyempurnaan. Setelah dianggap sempurna, nantinya akan dimintakan pendapat publik agar masyarakat juga merasa memiliki.

“Tapi ini masih disempurnakan. Kami tim yang menyusun, awalnya ada 11 pilihan (tanggal) kemudian dikerucutkan menjadi delapan, kemudian jadi lima, kemudian jadi beberapa lagi dan perlu diolah lagi,” katanya.

Hari jadi tersebut, imbuhnya, nantinya diupayakan mengandung unsur historis pemerintahan, kebudayaan, spirit nasionalisme, serta keistimewaan yang lebih luas.

Penghageng Tepas Dwara Pura Karaton Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, KRT Jatiningrat atau Romo Tirun yang hadir mewakili Keraton, mengatakan, memang ada beberapa usulan namun nantinya harus tetap memperhitungkan keistimewaan DIY sejak Sri Sultan Hamengku Buwono I.

Sejauh ini, terdapat beberapa pilihan antaralain, pada amanat 5 September 1945 saat Yogyakarta bergabung dengan Republik Indonesia. Kemudian pada 11 Desember 1749 saat pengangkatan Susuhunan Kabanaran oleh rakyat.

“Sebab tanpa beliau diangkat oleh rakyat pada waktu itu (11 Desember 1749), Mataram lepas karena sudah diserahkan ke Belanda. Tapi beliau merebut lagi kemuidian diangkat oleh rakyatnya sebagai Raja,” katanya.

Ataukah saat berakhirnya Mataram setelah perjanjian Giyanti 13 Februari 1755, yang pecah menjadi Keraton Surakarta di bawah Susuhunan Paku Buwono III, dan Keraton Yogyakarta dipimpin Sultan Hamengku Buwono I.

“Kita hanya mengingatkan saja jangan sampai lupa bahwa DIY berkaitan dengan keistimewaan yang sudah ada sejak berdirinya. Maka jangan sampai dipotong (aspek) pemerintahannya saja,” katanya.

Menurutnya, penentuan hari jadi harus teliti. Nantinya sejumlah pilihan akan dimintakan pertimbangan ke masyarakat. Maka, pihaknya meminta agar pilihannya tidak terlalu banyak supaya masyarakat tidak bingung.

“Nanti juga akan dibicarakan dengan Dewan. Jadi, Pak Gubernur serius sekali untuk memikirkan ini,” katanya.

Selain menentukan hari jadi, lanjut Romo Tirun, nantinya juga akan disusun rangkuman mengenai keistimewaan Yogyakarta.

Rangkuman tersebut memuat berbagai hal misalnya sejarah, politik, pemerintahan, filosofi, pembangunan, dan sebagainya.

“Nanti kita ungkap semua. Insya Allah masyarakat Yogya akan tahu unsur-unsur kenapa daerah ini disebut istimewa,” tegasnya. (Tribunjogja.com)

Sumber: Tribun Jogja
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas