Perampasan MV Sally Fortune Terkait Utang Piutang Rp 8 Miliar
Perampasan ini sudah dilaporkan ke Barkorkamla dan instansi terkait saat itu juga, namun belum ada tanggapan.
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Tribun Batam, Zabur Anjasfianto
TRIBUNNEWS.COM, BATAM -- Perampasan kapal MV Sally Fortune oleh sejumlah pria berbaju doreng di lokasi PT Bandar Abadi Tanjunguncang, Kota Batam Provinsi Kepri, Jumat (18/9/2015) sekitar pukul 13.45 WIB diduga karena terkait dengan masalah utang piutang yang terjadi hingga ke pengadilan
Perampasan ini sudah dilaporkan ke Barkorkamla dan instansi terkait saat itu juga, namun belum ada tanggapan.
Sebelumnya, kata Direktur PT Bandar Abadi, Maslina Simanjuntak, pada 20 Juni 2014 PT Bina Usaha Maritim Indonesia (BUMI) meminta PT Bandar Abadi untuk melakukan repair atau perbaikan kapal MV Sally Fortune. Kemudian selama dua bulan dikerjakan dan pada 10 Agustus 2014 selesai dilakukan perbaikan.
Selanjutnya PT BUMI sebagai pihak yang memesan pekerjaan perbaikan tersebut tidak melakukan pembayaran. Beberapa kali ditagih atas perbaikan kapal yang menelan biata Rp 8 miliar itu, tetap saja PT BUMI tidak mau membayar. Bahkan dilakukan mediasi, tetap saja perusahaan yang bertanggung jawab atas MV Sally Fortune tidak mau bayar.
"Karena tidak ada itikad baik untuk melunasi biaya perbaikan, maka dengan sangat terpaksa kami lakukan penahanan kapal. Selanjutnya kami mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat atas masalah tersebut. Saat ini proses persidangan masih berlanjut," katanya.
Dia pun menduga perampasan paksa MV Sally Fortune ini ada kaitannya dengan masalah belum dilunasi pembayaran oleh PT BUMI. Apalagi sebelum terjadi perampasan, beberapa anggota TNI AL dari Lanal Batam yang diminta perusahaan untuk melakukan pengamanan, mendadak ditarik ke kesatuan.
"Tidak lama anggota Lanal Batam ditarik langsung masuk puluhan pria mengenakan loreng di perusahaan dari arah laut. Kami menduga pasti ada kaitan dengan masalah PT BUMI," ujarnya.
Atas insiden ini dan ditolaknya laporan oleh petuas SPK Polda Kepri, pihaknya akan menyurati langsung ke Kapolri, Pangglima TNI, Menteri Hukum dan HAM dan Presiden Jokowi. Dia menganggap, tidak ada lagi perlindungan hukum bagi perusahaan yang dipimpinnya.
"Insiden ini merusak image pelayaran Indonesia. Membuat investor ragu untuk Memasukkan kapalnya ke Indonesia. Karena tidak ada kepastian hukum di Indonesia," katanya.(bur)