Laporan wartawan Pos Kupang, Edi Bau

TRIBUNNEWS.COM, ATAMBUA  -  Benyamin Fahik (72), warga RT 1, Desa Naekesa, Kecamatan Tasifeto Barat (Tasbar), Kabupaten Belu, hanya termenung.

Ia adalah satu dari sekian banyak warga miskin di Kabupaten Belu.

Rumahnya berukuran 4 x 6 meter beratap seng, berdinding bebak dan berlantai semen.

Ruang tamunya hanya terdapat empat buah kursi kayu dan sebuah meja kayu berukuran kecil yang sudah tua.

Dinding rumahnya tergantung salib dan berhiaskan beberapa gambar kudus agama Katolik.

Dari ruang tamu ini, kita bisa melihat tembus ke ruang belakang yang hanya terdapat sebuah lemari tua dan sebuah tempat tidur kayu. Begitulah sepintas suasana rumah Benyamin.

Tampak sederhana dan jauh dari kesan hidup berkecukupan.

Di rumah ini, Benyamin yang sudah renta ini hanya tinggal bersama isterinya yang juga sudah tua.

Sementara dua anaknya sudah berkeluarga dan tinggal bersama suaminya masing-masing.

Kepada Pos Kupang yang menemuinya, Selasa (22//9/2015) siang, Benyamin mempertanyakan mengapa dirinya tidak mendapatkan beras miskin (Raskin). Padahal, dia merasa berhak mendapatkan jatah raskin.

"Saya ini petani miskin. Kerja kebun dan terkadang jadi buruh tukang. Saya dengar orang dapat raskin tetapi mengapa kami tidak dapat. Dulu kami dapat raskin, tapi sekarang tidak lagi," katanya.

Menurutnya, harusnya  beras miskin diberikan kepada rakyat miskin, bukan orang mampu yang mendapatkannya.

"Beras miskin ini untuk rakyat miskin tapi mengapa kami yang miskin ini tidak pernah dapat? Kami kecewa, ketika ada yang terima beras, kami tidak dapat," ujarnya.