Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Lelah, Lapar, Haus, Dua Hari Dua Malam Mencari dan Menggotong Jenazah Korban Aviastar

Inilah kisah lelah, lapar dan kehausan selama dua hari dua malam mencari dan menggotong jenazah-jenazah korban Aviastar.

Editor: Agung Budi Santoso
zoom-in Lelah, Lapar, Haus, Dua Hari Dua Malam Mencari dan Menggotong Jenazah Korban Aviastar
TRIBUN/SANOVRA JR
Tim SAR TNI dan Basarnas mengevakuasi jenazah korban pesawat Aviastar DHC6/PK-BRM di Landasan Udara (Lanud) Sultan Hasanuddin, Makassar, Sulsel, Selasa (6/10) malam. Ketujuh jenazah penumpang dan tiga kru pesawat Aviastar DHC6/PK-BRM yang jatuh di pegunungan Bajaja Desa Ulu Salu, Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan tersebut akan menjalani proses identifikasi di RS Bhayangkara Makassar setelah itu di serahkan pada keluarga masing-masing. TRIBUN TIMUR/SANOVRA JR 

Namun, kebanggaan itu pupus ketika retina mata Adex mulai merekam kondisi jenazah.
Semakin dekat ke serpihan, jantung Adex kian berdetak kencang.

“Allahu Akbar... La hawla wa laa quwwata illa billah....,” teriak Adex menyaksikan kondisi jenazah. Sebagian anggota tim berteriak kencang, “Allahu Akbar... Laa Ilaaha Illallah....”

Tim 30" histeris. Mereka larut dalam tangisan perih menyaksikan mayat di depan mata.

Saat Tribun, menanyakan bagaimana perasaannya saat itu, Adex tertunduk. Dia terdiam lalu menarik napas panjang manahan isak.

"Saya menangis saat melihat para korban dan rombongan lain langsung histeris sambil meneriakkan ‘Allahu Akbar dan Laa Ilaaha Illalah’. Sejenak kami terperangah,” ujar Adex.

Adex termenung manatap tajam jenazah yang bersujud memegang telepon genggam di luar badan pesawat.
Setelah menguasai emosi jiwa, Adex mengomando tim untuk memindahkan jenazah. Adex dan para personel “Tim 30" mengangkat satu per satu jenazah tanpa kaos tangan.

Setelah memindahkan semua jenazah ke sarung dan kantong mayat, Adex dan rombongan membalur tangan dengan tanah untuk menghilangkan sisa “daging terbakar” yang melengket, tak ada air di sekitar lokasi penemuan itu.

Berita Rekomendasi

Setelah seluruh jenazah dibungkus sarung dan kantong serta diletakkan di posisi aman, Adex dan anggota tim istirahat.

Dia putuskan bermalam di samping jenazah dan serpihan pesawat.

Perjalanan pulang ke Posko Utama di Desa Ulu Salu tidak bisa ditempuh di malam hari.

Adex tak bisa menggambarkan suasana angker malam itu."Kalau masalah gaib-gaib jangan tanya ke saya. Tanya sama teman-teman yang ikut sama rombongan,” kata Adex.

Pagi menjelang. Tim sudah siap berangkat tanpa sarapan. Sambil menggendong mayat bayi dan serpihan Aviastar, Adex memimpin tim kembali ke posko induk.

Lapar dan haus menyerang “Tim 30" yang sedang menggendong jenazah dan serpihan pesawat.
Di tengah puncak lapar dan haus, seorang anggota tim berteriak lantang, “Di depan ada sungai...di depan ada sungai."

Langkah kaki Adex dipercepat menuju sungai. Rombongan pun bisa mengisi perut sepuasnya dengan air sungai sekitar pukul 12.00 wita."Kami hanya minum air sungai, itupun pada Selasa siang," ujar Adex.  (Sudirman)

Sumber: Tribun Timur
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
×

Ads you may like.

© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas