Sering Dianggap Hama, Bahan Baku Uang Kertas Ini Melimpah di Simuelue
Pisang abaca yang melimpah di kabupaten Simeulue selama ini hanya dianggap hama, ternyata menyimpan nilai jual yang tinggi.
Editor: Wahid Nurdin
TRIBUNNEWS.COM, SIMEULUE - Pisang abaca yang melimpah di kabupaten Simeulue selama ini hanya dianggap hama, ternyata menyimpan nilai jual yang tinggi.
Betapa tidak, pisang abaca adalah bahan baku utama pembuatan uang kertas.
Kekayaan alam penduduk Simeulue ini membuat anak pulau bernama Hervenus (Bang Koeman) warga Desa Suka Maju Kecamatan Simeulue Timur itu menemukan mesin inovasi pengolah batang pisang abaca menjadi serat, bernama Afalun.
Di arena Pekan Inovasi (PIN) Perkembangan Desa/Kelurahan dan Gelar Teknologi Tepat Guna (TTG) Nasional di Lhoong Raya Banda Aceh, mesin pengolah serat batang pisang abaca dipamerkan di Anjungan Kabupaten Simeulue.
“Serat pisang abaca salah satu peruntukannya untuk bahan baku uang kertas. Di Simeulue, banyak sekali tumbuh pisang hutan ini, bahkan kami beranggapan ini sebagai hama. PT Kertas Leces (Persero), salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sempat menandatangani MoU dengan pemerintah kami,” papar operator mesin afalun, Jasman A Rahim kepada SerambiTechno di arena TTG Hall 5, Sabtu (10/10).
Jasman mengatakan, mesin pengolah batang pisang abaca pertama sekali diciptakan oleh Hervinus penduduk asli Simeulue pada tahun 2014.
Ujicoba mesin pertama yang diciptakan masih belum sempurna untuk memperoleh serat yang bagus.
“Mesin yang pertama sekali diciptakan masih belum sempurna untuk menghasilkan serat yang bagus, serat banyak putus. Tapi mesin yang sekarang kami pamer di arena TTG ini sudah sempurna, serat yang dihasilkan tidak banyak putus dan lebih banyak menghasilkan seratnya,” jelas Jasman.
Sementara Hervinus yang dihubungi SerambiTechno mengatakan, mesin ini sangat sederhana, berbahan bakar bensin sangat praktis tidak memakan tempat dan bisa didorong kemana-mana karena dilengkapi roda di bawahnya.
“Untuk mesin penggerak, saya gunakan mesin Honda 6,5 PK 200 GX buatan Thailand. Mesin Afalun Simeulue ini mampu memproduksi 12 kilogram serat/jam,” ujarnya.
Sayangnya, kata Hervinus, serat yang dihasilkan oleh mesin ini belum ada yang tampung, padahal menurutnya, untuk bahan baku uang kertas ini tidak akan habisnya di Simeulue.
“Bahan baku dan mesin pengolahnya sudah ada, tapi sayangnya belum ada yang menampung olahan setengah jadi kami anak pulau,” tandasnya.