Mengintip Rumah Bandar Narkoba di Kuala Tungkal, Dari Pintu Baja Hingga CCTV
"Kalau kita mau langsung gerebek kemarin sulit, safetynya lengkap, pintu besi dua, di tangga juga dipasang pintu besi. Kemudian CCTV,"
Editor: Wahid Nurdin
Laporan wartawan Tribun Jambi, Awang Azhari
TRIBUNNEWS.COM, KUALA TUNGKAL - Jajaran Satuan Narkoba Polres Tanjung Jabung Barat bersama Tim Polda Jambi berhasil mengungkap dan menangkap bandar narkoba di Kelurahan Kampung Nelayan, Tungkal Ilir, Darwis (42).
Ia ditangkap bersama Budi (41) dan Rusli (32) yang diduga kuat pihak membantu edarkan sabu. Bahkan saat dites urine, ketiganya positif mengkonsumsi narkoba.
Selain bandar, di kediaman pelaku juga terdapat satu ruangan diduga tempat khusus untuk pesta sabu. Bukan perkara mudah untuk mengungkap kasus ini, karena polisi mesti melakukan pengintaian cukup lama.
"Kita terus melakukan pengintaian, baru Sabtu (24/10) pagi sekitar pukul 09.00 bisa digerebek, kebetulan saat itu di depan (rumah bandar) ada tamu, pintu dibuka kita langsung masuk," kata Kasat Narkoba Polres Tanjab Barat, AKP Wahidin Syarif, Senin (26/10).
Di lokasi menurutnya pelaku sudah melakukan safety secara ketat, untuk bisa masuk ke dalam rumah bandar tersebut polisi mesti melewati pintu besi di bagian bawah, kemudian untuk bisa naik ke lantai dua ada satu pintu besi lagi yang menghadang.
"Jadi kalau kita mau langsung gerebek kemarin sulit, safetynya lengkap, pintu besi dua, di tangga juga dipasang pintu besi. Kemudian CCTV di lantai bawah sama di atas," jelasnya lagi.
Setelah dilakukan penggeledahan juga bersama tokoh pemuda setempat, beberapa barang bukti ditemukan, di antaranya dua timbangan sabu, bong, kamera CCTV, pembungkus sabu, satu linting ganja dan satu paket sabu.
Kini ke tiga orang yang berhasil ditangkap tanpa perlawanan tersebut sudah diamankan di sel tahanan Polres Tanjung Jabung Barat, berikut dengan barang bukti berhasil disita di lokasi.
Sejauh ini polisi masih terus mengembangkan kasus tersebut, meski menurut Wahidin jaringannya pengedar sabu biasanya menggunakan sistem terputus, dalam arti dia tidak mengenali bandar besarnya sehingga sulit untuk dikembangkan.
"Kalau kita lihat dari bukti yang ada, pelaku sudah cukup lama melakukan operasi, dan dalam jumlah besar. Dari data pengiriman (transfer) sejak 2010 satu kali kirim Rp 50 juta, paling kecil Rp 12 juta," tukasnya.