Kisah Anun-Iyah Masak Batu Demi Redakan Tangis Anak-anaknya
Karena terlalu miskin dan tidak memiliki apapun untuk dimasak,istri Anun memasak sebongkah batu di dalam wajan supaya anak-anaknya yang kelaparan diam
Editor: Yulis Sulistyawan
Kondisi itu diketahui oleh Kapolres Cianjur, AKBP Asep Guntur Rahayu, dari rekannya sekitar akhir bulan September.
"Begitu saya dengar, saya bilang, keluarga Anun harus segera ditinjau. Berangkatlah kami, rombongan Polres ke rumah Anun. Begitu sampai di lokasi, benar rumah Anun tinggal dapur saja," ujar Kapolres di Mapolres Cianjur, Selasa (3/11/2015).
Anun, kata Kapolres Asep Guntur, tidak bisa mereka usulkan untuk menerima program bantuan rumah tinggal layak huni karena mereka tidak tinggal di tanahnya.
Kapolres pun kemudian mendatangi Kantor Badan Pertahanan Nasional (BPN) sambil berharap dapat menemukan jalan keluar.
"Di BPN itulah akhirnya kami ketahui bahwa pemilik tanah yang sebagian tanahnya digunakan Anun tuntuk tempat tinggalnya ternyata belum memiliki sertifikat tanah. BPN kemudian membuatkan sertifikat tanah itu secara gratis, namun dengan perjanjian, Anun mendapat hibah sedikit tanah dari tuan tanah itu. Pemilik tanah setuju dan memberikan Anun tanah seluas 72 meter persegi. Bersama Kepala Perumnas dan beberapa donatur, kami kemudian membangunkan rumah," ujar AKBP Asep Guntur.
Bangun Rumah
Rumah tersebut, ujarnya, rencananya baru akan selesai dalam 45 hari, namun baru 35 hari rumah itu ternyata sudah bisa ditempati.
Sesuai janjinya, Kapolres memyerahkan rumah tersebut kepada Anun dan keluarganya, Jumat (30/10).
Kapolres bilang, saya tinggal isi rumah baru ini. Waktu peresmian juga langsung dikasih sertifikat rumah dan tanah ini," ujar Anun.
Sambil bersila di teras rumahnya yang baru, Anun yang mengenakan topi loreng dan kaus bertuliskan "pemburu" itu mengaku sangat bahagia setelah dia, istri dan keempat anaknya akhirnya bisa tinggal di rumah yang layak.
Di rumah yang baru, ujarnya, mereka tak lagi kedinginan dan tidur dalam keadaan basah jika hujan karena gentingnya yang bolong.
"Kami bertahan karena mau bagaimana lagi, hanya itu yang kami punya," kata Anun.
Rumah baru berukuran enam kali enam meter itu terdiri dari dua kamar tidur, satu ruang keluarga, dan satu kamar mandi. Sambil tersenyum, Anun bilang anak-anaknya yang belum bisa menjaga kebersihan.
"Ibunya terpaksa berulang kali mengepel lantai. Anak-anak terus saja lalu lalang dan loncat-loncat di dalam rumah," ujarnya.