AJI: Kritik Bukanlah Ujaran Kebencian
Sebaliknya, Aliansi Jurnalis Independen menolak upaya kriminalisasi kritik kepada pejabat dan lembaga publik sebagai ujaran kebencian.
Editor: Wahid Nurdin
Laporan Wartawan Tribun Medan, Array A Argus
TRIBUNNEWS.COM, MEDAN - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) menilai bahwa kritik tidaklah termasuk dalam ujaran kebencian.
Hal itu menyusul dengan keluarnya Surat Edaran Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Polri) Nomor SE/6/X/2015 tentang Penanganan Ujaran Kebencian.
Menurut AJI, mereka mendukung dan menuntut apabila Kepolisian Republik Indonesia menindak tegas segala ujaran kebencian terhadap agama, suku, dan ras, serta mempidanakan segala anjuran kekerasan atas dasar perbedaan agama, suku, dan ras.
Sebaliknya, Aliansi Jurnalis Independen menolak upaya kriminalisasi kritik kepada pejabat dan lembaga publik sebagai ujaran kebencian.
“Memasukkan kritik ke unsur pencemaran nama baik atau perbuatan tidak menyenangkan ke ujaran kebencian berpotensi menghambat kebebasan berpendapat," kata Ketua Umum AJI, Suwarjono sesuai rilis yang diterima Tribun, Kamis (5/11/2015) siang.
Tafsir pencemaran nama baik dan perbuatan tidak menyenangkan itu menurutnya bersifat karet, bila tidak dipahami aparat kepolisian, berpotensi menjadi pintu masuk mempidanakan sikap kritis masyarakat.
"Termasuk mempidanakan jurnalis atau media. Ini bahaya. Bila kebebasan berpendapat terbelenggu, ini ancaman serius bagi kebebasan pers,” lanjutnya.
Dalam surat edaran tersebut, tercantum tujuh bentuk ujaran kebencian, yaitu penghinaan, pencemaran nama baik, penistaan, perbuatan tidak menyenangkan, memprovokasi, menghasut dan penyebaran berita bohong yang bertujuan menyulut kebencian di kalangan individu atau kelompok masyarakat.
Aliansi Jurnalis Independen menilai surat edaran penanganan ujaran kebencian telah mengaburkan batasan universal tentang ujaran kebencian.
Seharusnya, penindakan hukum terhadap para penyebar ujaran kebencian dilakukan tanpa melanggar hak warga negara untuk berekspresi, sebagaimana dijamin Undang-undang Dasar 1945, Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, serta Konvenan Hak Sipil dan Politik yang telah diratifikasi Republik Indonesia.
Suwarjono menegaskan, penghasutan untuk melakukan diskriminasi, permusuhan atau kekerasan karena perbedaan agama atau ras yang harus dilarang oleh hukum. Jangan dibalik atau campur-aduk