Protes Kebijakan Angkot Harus Berbada Hukum, Sopir Angkot Surabaya Mogok Massal
Banyak calon penumpang yang hendak ke Terminal Purbaya, Bungurasih, kebingungan, 19 November 2015.
Editor: Sugiyarto
TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Banyak calon penumpang yang hendak ke Terminal Purbaya, Bungurasih, kebingungan, 19 November 2015.
Ini karena selain tidak ada angkot, bus kota yang biasanya melewati Jalan Panglima Sudirman menuju Bungurasih, tidak beroperasi.
Akses jalan bus kota ditutup oleh massa yang berdemontrasi di Gedung Grahadi, dan angkot yang parkir sepanjang jalan.
Ini seperti yang dialami oleh dua penumpang asal Kediri, Iwan dan Yudistira.
Keduanya baru saja menjalani interview pekerjaan, di Andika Plaza Surabaya, Jalan Simpang Dukuh, Surabaya.
Keduanya lalu berjalan kaki sekitar tiga kilometer, ke Panglima Sudirman, untuk menunggu bus kota. Ternyata, setelah berjam-jam menunggu, bus kota tak kunjung datang.
"Kami bingung ini mau pulang bagaimana. Tidak ada bus kota, angkot juga tidak terima penumpang," kata Iwan.
Keduanya hendak pulang ke Kediri usai menjalani interview. Iwan dan Yudistira pun mencoba bertanya pada polisi yang berjaga di sekitar lokasi. Namun tidak mendapat solusi.
"Tidak tahu ini harus ke mana lagi. Mau jalan kaki terlalu jauh," kata Yudistira.
Tidak hanya Iwan dan Yudistira, banyak penumpang yang kebingungan di sekitar Jalan Sudirman.
Mereka mayoritas menunggu bus kota. Akhirnya satu persatu berjalan kaki entah kemana.
Aksi para sopir angkot di Surabaya dipicu diterapkannya Peraturan Pemerintah (PP) nomor 74 tahun 2014 dan Peraturan Mendagri Nomor 101 tentang kewajiban angkutan kota berbadan hukum.
Mereka menuntut agar PP dan Permendagri tersebut dicabut karena dinilai merugikan para sopir.
Pasalnya, mayoritas angkot yang beroperasi saat ini tidak memiliki badan hukum.
"Jadi aspirasi teman-teman sopir angkot sudah disalurkan ke Jakarta. Makanya sekali lagi nunggu saja apa keputusan pusat," tegas Bobby.
Sampai saat ini, ratusan sopir angkut sedang menggelar aksi di sejumlah tempat di Surabaya.
Seperti Gedung DPRD Surabaya dan Gedung Negara Grahadi.
Bobby menambahkan, sambil menunggu kebijakan dari pemerintah pusat, Gubernur Soekarwo menyikapinya dengan mengeluarkan Peraturan Gubernur Nomor 42 Tahun 2015.
Aturan itu berisi penghapusabn bea balik nama kendaraan kedua (BBN2), denda serta sanksi administrasi bagi angkot yang bersedia berbadan hukum.