Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Mengenal Maudu Tradisi untuk Memperingati Kelahiran Nabi Muhammad di Maros

Maudu Tradisi, tradisi memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW yang dipegang teguh warga Kampung Manipassa, Maros, Sulsel, sejak 1.600 tahun lalu.

Editor: Y Gustaman
Tribun Timur/Ansar Lempe
Tradisi memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW berbeda tiap daerah, di Kampung Manipassa misalnya, mereka menyelenggarakan Maudu Tradisi. Seperti tampak pada Minggu (3/1/2016) dan tradisi di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan, ini sudah berlangsung sejak 1.600 tahun lalu.
Tribun Timur/Ansar Lempe
Tradisi memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW berbeda tiap daerah, di Kampung Manipassa misalnya, mereka menyelenggarakan Maudu Tradisi. Seperti tampak pada Minggu (3/1/2016) dan tradisi di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan, ini sudah berlangsung sejak 1.600 tahun lalu.

Laporan Wartawan Tribun Timur, Ansar Lempe

TRIBUNNEWS.COM, MAROS - Tradisi memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW berbeda tiap daerah, di Kampung Manipassa misalnya, mereka menyelenggarakan Maudu Tradisi.

Muaudu Tradisi atau memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW hanya digelar di Kampung Manippasa, Desa Damai, Kecamatan Tanralili, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan, Minggu (3/1/2016).

Ratusan warga dari luar Tanralili seperti Lau, Bantimurung dan Turikale pun ikut memeriahkan Maudu Tradisi yang hanya digelar di daratan.

Sekitar 200 pinisi (perahu layar tradisional Bone atau Buton, red) mini dipajang di lokasi acara. Di atas lahan sekira 20 are itu dipenuhi perahu berhias kain sutera, kebaya, sarung batik dan jenis kain lainnya.

Ketua Panitia Penyelenggara, Umar (30), mengatakan Maulid Tradisi atau Maudu Tradisi digelar warga setempat sejak 1.600 tahun lalu, saat seorang cucu ke-16 Rasulullah, Jalaluddin, hijrah dari Mekkah ke Desa Damai.

Pada perayaan Maudu Tradisi semua warga setempat yang telah berkeluarga wajib membuat pinisi sendiri.

Berita Rekomendasi

"Bahkan isi perahu, seperti telur, parsel, makanan dan minuman, bahkan juga baju, sepatu bocah, disediakan langsung oleh pemilik perahu," terang Umar.

Panitia tak pernah menarget harga isi perahu tersebut dan mereka mempersilakan masing-masing orang menyesuaikan dengan kemampuan. Mereka yang berpenghasilan lebih akan mengisi pinisinya dengan barang mahal.

Menurut dia, pada acara besar seperti Maudu Tradisi setiap kepala keluarga hanya mengeluarkan uang untuk mengisi kapalnya sekitar Rp1,5 juta dan kain yang dipasang di kapal akan dibagikan kepada warga.

"Warga di sini satu rumpun semua, tidak ada orang lain. Kain-kain ini nantinya akan kami bagikan kepada warga yang berhak menerimanya. Kita pakai perahu karena zaman dulu orang Bugis-Makassar identik perahu pinisi saat berlaut," kata dia.

Maudu Tradisi digelar di atas tanah wakaf warga, karena tak muat jika digelar di masjid. Acara ini sekaligus membedakan peringatan maulid Nabi Muhammad pada umumnya yang digelar di masjid dan ada embernya.

Camat Tanraili, Rais Noval, mengatakan Maudu Tradisi setiap tahunnya digelar di Desa Damai Tanralili, hal inilah yang membedakan maulid pada umumnya yang digelar di masjid.

Maudu Tradisi digelar seorang tokoh masyarakat Desa Damai secara turun temurun, tapi kali ini diprakarsai tokoh masyarakat, Karaeng Sikki.

"Warga banyak yang datang untuk menonton. Ini satu-satunya di Maros. Umumnya telur dan songkolonya disimpan dalam ember. Ini yang membedakan maulid, karena ada kapal pinisi dan dihiasi sarung sutera. Ini merupakan tradisi warga Manippasa," beber Rais Noval.

Rais Noval mengapresiasi warganya yang tidak memudarkan tradisi para lelulurnya dan tetap mempertahankannya meski zaman semakin modern. Selain itu, warga tertib mengikuti maulid dan tak ada tindakan yang mencederai saudaranya.

Sumber: Tribun Timur
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
×

Ads you may like.

© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas