Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Bas, Alat Musik Khas Enrekang Itu Kini Nyaris Punah

Salah satu alat musik tradisional yang terancam punah adalah alat musik bambu khas Enrekang.

Penulis: Fahrizal Syam
Editor: Wahid Nurdin
zoom-in Bas, Alat Musik Khas Enrekang Itu Kini Nyaris Punah
TRIBUN TIMUR/Fahrizal Syam
Kelompok Musik Bambu Himpunan Keluarga Massenrempulu (HIKMA) usai mengisi acara launching Explore South Sulawesi, Jumat (29/1/2016). HIKMA adalah salah satu kelompok musik yang hingga kini masih eksis memainkan Bas, alat musik khas Enrekang. 

Laporan Wartawan Tribun Timur Fahrizal Syam

TRIBUNNEWS.COM, MAKASSAR  -  Berbagai macam alat musik tradisional terdapat di berbagai daerah di Indonesia, mulai dari yang terbuat dari kayu, bambu, ataupun bahan-bahan lainnya.

Tak sedikit di antara alat-alat musik tradisional tersebut yang saat ini terancam punah akibat tak ada lagi generasi penerus yang melestarikannya.

Salah satu alat musik tradisional yang terancam punah adalah alat musik bambu khas Enrekang.

Bas, begitu warga Enrekang menyebutnya, salah satu alat musik tradisional yang dimainkan dengan cara ditiup.

Kelompok Musik Bambu Himpunan Keluarga Massenrempulu (HIKMA) adalah salah satu kelompok musik yang hingga kini masih eksis memainkan alat ini.

HIKMA sendiri adalah sebuah komunitas yang terdiri dari orang-orang yang berasal dari daerah atau kelompok suku Massenrempulu, salah satunya dari Kabupaten Enrekang.

Berita Rekomendasi

Jumat (29/1/2016), kelompok musik tersebut diberi kesempatan tampil di hadapan Gubernur Sulawesi Selatan dan ratusan tamu yang hadir pada acara Launching Explore South Sulawesi, di Bandara Internasional Sultan Hasanuddin Makassar.

Belasan anggota kelompok musik tersebut yang rata-rata sudah berusia lanjut masing-masing memainkan alat musik bambu yang bentuk dan bunyinya berbeda.

Setiap alat musik memiliki satu jenis bunyi, yang kemudian digabungkan dengan bunyi dari alat musik lain hingga membentuk alunan musik yang merdu.

Ketua kelompok musik HIKMA, Abdul Gajeng mengatakan, setiap alat musik mewakili satu not yang jika dikumpulkan secara lengkapaberjumlah 29 jenis.

"Setiap alat itu menghasilkan suara satu not, jika semuanya lengkap maka akan terdapat 29 jenis alat yang berbeda dan menghasilkan suara yang berbeda juga," kata Abdul.

Abdul Gajeng juga mengungkan bahwa alat musik tersebut sudah ada jauh sebelum kemerdekaan Indonesia dan sering dipertandingkan oleh masyarakat.

"Sebelum kemerdekaan Bas sudah berkembang di daerah Massebrempulu, bahkan sering dipertandingkan oleh masyarakat. Setelah kemerdekaan, kemudian dipertandingkan di acata 17-an oleh siswa Sekolah Dasar, tapi belakangan masyarakat umum juga ikut mempertandingkannya" ungkapnya.

Abdul mengaku mendirikan kelompok musik tersebut 15 juni 2009 di Makassar untuk merangkul warga Massebrempulu yang menetap di Makassar agar mau melwstarikan alat musik yang mulai sulit ditemukan ini.

"Sebenranya tujuan saya membentuk kelompok musik ini karena saya tahu orang Massenrempulu di Makassar cukup besar, dan saya harap merek mau ikut melestarikan Bas," ujarnya.

Selain itu, ia juga ingin memperkenalkan alat musik Bas ke generasi Massenrempulu yang lahir di luar daerah Massenrempulu, khususnya Makassar.

"Saya ingin mendekatkan kesenian tradisional musik bambu ini kepada mereka warga atau keturunan Massenrempulu yang lahir di Makassar agar mereka tahu bahwa kita memiliki alat musik Bas," ungkapnya.

Namun, Abdul menyayangkan generasi muda Massenrempulu yang saat ini audah tidak menaruh minat lagi pada alat musik tradisional khas daerahnya tersebut.

"Generasi sekarang lebih tertarik ke alat musik modern, selain itu kami kesulitan merekrut anak muda Massenrempulu, karena setelah ia lulus sekolah langsung pergi ke daerah lain," ujarnya.

Abdul dan seluruh anggota kelompok musok Massenrempulu hanya berharap agar alat musik tersebut dapat terus bertahan di tengah gempuran alat musik modern.

"Saya selalu bilang kepada mereka generasi penerus bahwa musik tradisional tidak kalah dari musik modern, sehingga harapan saya merek tetap mau mempertahankan warisan budaya kita ini," bebernya.

Dalam upaya mempertahankan keberadaan alat musik bambu tersebut, Abdul Gajeng dan anggotanya rutin tampil di acara-acara pemerintahan maupun undangan di hotel-hotel.

"Saya selalu yakin, alat musik Bas tidak akan punah," tutupnya. (*)

Sumber: Tribun Timur
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas