Bocah Penjual Makaroni Bikin Netizen Terharu, Begini Kisahnya
Kardus yang kemudian diisi jajanan 'makaroni' itu dibawa menggunakan sepeda, untuk ditawarkan kepada pembeli.
Editor: Rendy Sadikin
TRIBUNNEWS.COM, SEMARANG – Bagi Eko, satu kardus dan sebuah tas kertas sudah cukup jadi alat untuk menyambung hidup.
Kardus yang kemudian diisi jajanan 'makaroni' itu dibawa menggunakan sepeda, untuk ditawarkan kepada pembeli.
Sore itu Eko, bekerja.
Eko bukan orang dewasa yang pantas bekerja, tapi bocah kelas 2 sekolah dasar di Kota Semarang, Jawa Tengah.
Dia terpaksa berjualan lantaran ibunya sakit ginjal. Sementara ayahnya telah meninggal dunia.
Kondisi hidupnya juga jauh dari kata cukup.
Namun demi menyambung hidup, Eko tak menyerah.
Jajanan makaroni itu dibungkus kecil-kecil untuk diedarkan.
Hak Eko sebagai anak-anak untuk bermain seolah tergadaikan, dengan usahanya mencari uang ini.
Bahkan, bukan untuk dirinya sendiri, tapi untuk membantu menghidupi keluarganya.
Semenjak ayahnya meninggal dunia, Eko menjadi anak yatim. Ibunya lalu menanggung semua beban pekerjaan yang ditinggalkan, menjadi tulang punggung keluarga, hingga terkena sakit ginjal.
Saat Eko berkeliling itulah, banyak warga yang iba melihat perjuangan si anak, salah satuya Ika Yulianti.
Kala itu, Ika pulang dari kerjanya di PT SCG Readymix Indonesia di kawasan Industri Semarang.
Tanpa sengaja, dia Eko sedang menawarkan makaroni.
“Sepulang kantor, saya enggak sengaja lihat anak kecil berjualan. Saya penasaran, dan minta adik itu minggir,” kata Ika yang juga alumnus jurusan Akuntasi Universitas Gajah Mada Yogyakarta itu.
Setelah bertanya, Ika mengaku iba mendengar cerita sang anak berjualan. Eko pun lalu diantar pulang untuk menunjukkan kondisi orangtuanya.
Di sana, rasa iba kembali muncul.
“Sampai di rumahnya, saya bertemu dengan ibunya, Dewi. Mereka kos, menempati kamar ukuran 3x3,” kata Ika.
Kisah Ika ini diunggah pada laman lini masa jejaring sosial Facebooknya.
Di rumah kecil itu, keluarga Eko juga berjualan kecil-kecilan untuk menghidupi dia, adiknya yang berumur dua tahun, dan ibunya.
Eko tampaknya mulai terbiasa dengan kerja berkeliling. Meski baru menginjak kelas dua SD, pikiran telah dewasa. Ia juga mampu merawat adik kecilnya.
“Saya terharu sekali mendengar cerita ibunya. Eko juga melarang ibunya ikut berjualan keliling, karena khawatir ibunya sakit, tidak kuat jalan jauh," imbuh dia.
Sore ini, Ika pun mengajak Kompas.com untuk mengunjungi rumah bocah kecil ini.
“Sore ini jam 5, tunggu di depan Perum Ganesha,” tambah Ika, saat dikonfirmasi, Jumat (5/2/2016) siang ini.