Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Menyambut Imlek hingga Ceng Beng di Rumah Tjong A Fie

Tjong A Fie, orang yang sangat berjasa membangun Kota Medan yang dulu bernama Deli Tua.

Editor: Gusti Sawabi
zoom-in Menyambut Imlek hingga Ceng Beng di Rumah Tjong A Fie
KOMPAS.com/Mei Leandha
Inilah rumah Tjong A Fie, Majoor der Chineezen atau walikota pertama untuk komunitas China di Kota Medan Sayang, tidak diizinkan mengambil foto di tempat sembahyang karena di anggap sakral dan pantang. 

Tribunnews.com - Dinding tembok tinggi dan tebal bercat kuning pupus mengelilingi rumah tua dengan ornamen khas Tiongkok di Jalan Ahmad yani, Kesawan Medan.

Pintu gerbangnya ada empat bilah terbuat dari kayu bercat hijau. Tak semua pintu terbuka saat Kompas.com tiba di sana. Hanya ada sebidang yang cukup untuk dilintasi pejalan kaki dan sepeda motor.

Inilah rumah Tjong A Fie, Majoor der Chineezen atau Wali Kota pertama untuk komunitas China di Kota Medan.

Kalau hidup, umurnya sekarang 156 tahun. Tapi dia sudah lama tiada, tinggal cucu dan cicitnya yang mendiami dan merawat rumah megah dua lantai berumur 116 tahun itu.

"Dari dulu, setiap Imlek, acaranya khusus buat keluarga dan open house dengan para relasi saja," kata Andry Siregar, salah satu pemandu wisata yang ada di rumah itu, Sabtu (6/2/2016).

"Biasanya sebelum Imlek, keluarga ada acara khusus persiapan menyambut Imlek seperti ritual membersihkan altar sembahyang, leluhur dan dewa. Puncaknya malam Senin, mereka semua bersembahyang disini," sambung dia.

Menurut mahasiswa Politeknik USU itu, keluarga Tjong A Fie tidak pernah ke kelenteng karena mereka punya tempat sembahyang sendiri. Letaknya tepat di jantung rumah, bersebelahan dengan ruang tidur Tjong A Fie yang luas.

Berita Rekomendasi

"Puncaknya, sebenarnya kalau mereka pas Ceng Beng atau sembahyang makam, semua keluarga berkumpul. Beda dengan di China, kalau di sana perayaannya pas Imlek. Sembahyangnya sama, cuma kalau Khonghucu lain, mereka di rumah tidak punya tempat sembahyang makanya ke kelenteng," ucapnya.

"Kau Imlek-kan cuma pergantian tahun, tapi kalau Ceng Beng lebih ke sakral buat mereka. Sembahyang makam, berhubungan dengan leluhur. Biasanya setelah sembahyang di sini, keluarga wajib ke makam," tambah Andry.

Kompas.com hanya bisa mengambil satu gambar di salah satu dinding, yaitu foto pemakaman orang yang dikenal sangat dekat dengan Sultan Deli Makmoen Al Rasjid Perkasa Alamsyah dan para petinggi kolonial Belanda.

Terlihat, ratusan manusia menghadiri dan mengantar Tjong A Fie yang tutup usia pada 4 Februari 1921 karena pendarahan otak, ke peristirahatannya di komplek pemakaman milik keluarga di kawasan Medan Brayan.

Tak hanya para penganut Khonghucu, para penganut agama lain seperti Kristen dan Islam turut melayat.

Hampir separuh rumah dan seluruh peninggalan salah satu tokoh pembangunan Kota Medan ini ditetapkan menjadi benda cagar budaya oleh Dinas Pariwisata kota Medan.

Tjong A Fie Mansion namanya kini, luasnya 6.000 meter persegi. Rumah ini resmi dibuka untuk umum pada 18 Juni 2009, sekaligus untuk memperingati ulang tahunnya yang ke-150 tahun.

Setiap hari, rumah perantau yang sukses berbisnis perkebunan, pabrik sawit, gula serta perkereta-apian ini ramai dikunjungi orang. Kebanyakan wisatawan lokal, tapi asal Jakarta.

"Yang lucunya gini, ini kan bulan Imlek, bulan dua, malah pengunjung agak sepi. Paling cuma 10 sampai 20 orang. Setiap tahun begitu," ungkap dia.

"Kenapa ya, kurang tau juga kenapa, mungkin karena jumlah harinya cuma 28 hari makanya pengunjungnya juga berkurang," kata laki-laki berkacamata itu sambil tersenyum.

Biasanya, setiap hari 20 sampai 30 orang datang, kalau Sabtu - Minggu bisa mencapai 100-an pengunjung atau sekitar 60 sampai 80 orang.

Setiap orang dikenakan biaya masuk Rp 35.000 untuk 45 menit, kalau untuk mahasiswa dan anak-anak, ada harga diskon.

Begitulah cerita perayaan Imlek di keluarga Tjong A Fie, orang yang sangat berjasa membangun Kota Medan yang dulu bernama Deli Tua.

Beberapa sumbangan peninggalannya adalah menara lonceng gedung Balai Kota Medan yang lama, pembangunan Istana Maimoon, Gereja Uskup Agung Sugiopranoto, Kuil Buddha di Brayan, kuil Hindu untuk warga India, dan Batavia Bank.

Lalu ada Deli Bank, Jembatan Kebajikan di Jalan Zainul Arifin Medan, dan rumah sakit Tionghoa pertama di Medan bernama Tjie On Jie Jan.

Tokoh yang dikenal dermawan dan dekat dengan warga pribumi ini juga menjadi pelopor industri perkebunan dan transportasi kereta api pertama di Sumatera Utara, yakni Deli Spoorweg Maatschappij (DSM).

Kereta itu yang menghubungkan Kota Medan dengan pelabuhan Belawan.

Almarhum semasa hidupnya sangat menghormati warga muslim, bahkan berperan serta mendirikan Masjid Raya Al-Mashum dan Masjid Gang Bengkok. Namanya pernah akan dijadikan sebagai nama jalan di Kota Medan, namun batal dan berganti menjadi Jalan KH Ahmad Dahlan.
(Kontributor Medan, Mei Leandha)

Sumber: Kompas.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas