Sambut Imlek, Wayang Potehi Khas Tiongkok Dimainkan Orang Islam di Gereja Kristen Sidoarjo
Ada hal yang berbeda pada Kebaktian Minggu di Gereja Kristen Indonesia (GKI) Sidoarjo, Minggu (7/2/2016).
Editor: Sugiyarto
TRIBUNNEWS.COM, SIDOARJO - Ada hal yang berbeda pada Kebaktian Minggu di Gereja Kristen Indonesia (GKI) Sidoarjo, Minggu (7/2/2016).
Di tengah-tengah kebaktian bertema Mengalami Kemuliaan Allah dalam Kristus, ada pertunjukan wayang potehi, sebagai bagian dari peribadatannya.
Usai pembacaan warta lisan, lima orang Grup Wayang Potehi Fu He An dari Klenteng Hong San Kiong, Gudo, Jombang, menyiapkan wayang-wayang utama untuk pertunjukan berjudul Soen Pin Ban Kwan (Soen Pin jadi Dewa).
Cerita ini mengisahkan sosok heroik Soen Pin yang telah berhasil menyatukan dataran Tiongkok usai perang Tiga Kerajaan.
Segala rintangan, kesulitan, dan penderitaannya, akhirnya terbayar setelah dewa-dewa merestuinya bersemayam di kahyangan usai bertapa di Gunung Thian Tay San selama 49 hari.
Pendeta GKI Sidoarjo, Yoses Rezon Suwignyo, mengatakan, sudah tiga tahun ini GKI Sidoarjo menggelar wayang potehi dalam kebaktiannya tiap menjelang Imlek.
Hal ini sebagai wujud rasa saling menghormati sesama umat beragama.
"Wayangnya dari China yang agamanya Konghucu. Yang main dari Jombang, dan semuanya orang Islam. Mainnya di gereja. Ini sebagai contoh nyata sikap saling menghargai umat beragama di Indonesia," kata Yoses kepada SURYA.co.id.
Yoses mengungkapkan, Gereja GKI Sidoarjo awalnya adalah Gereja Tionghoa Kwe Tiok Hao Kwe yang berdiri sekitar tahun '50-an.
Pertunjukan budaya Tionghoa, lanjutnya, menjadi hal yang lumrah sebagai penghormatan terhadap produk budaya.
Yoses menuturkan cerita Soen Pin ini menggambarkan kesulitan dan penderitaan seseorang untuk mencapai kemuliaan. Hal ini sebagai perlambangan jalan salib yang harus ditempuh umat Kristiani.
"Seperti Tuhan Yesus yang memanggul kayu salib. Dari penderitaan dunia, akan diganjar bersama dengan Allah di surga," paparnya.
Dalang Grup Wayang Potehi Fu He An, Purwanto, menuturkan wayang potehi saat ini sudah menjadi milik warga Indonesia seutuhnya, terlepas dari etnik maupun agama seseorang.
Tak hanya di gereja, Purwanto pun pernah mendalang di pondok-pondok pesantren (ponpes) di Jatim.
Meski beragama Islam, Purwanto tak menjadikan itu halangan untuk bermain potehi di tempat-tempat ibadah umat lain.
"Biar bagaimanapun, wayang potehi ini warisan nenek moyang. Semakin banyak orang tahu, terlepas etnik dan agamanya, justru semakin lestari," ujarnya.
Seorang jemaat GKI Sidoarjo, Andrean, menuturkan pertunjukan wayang potehi sebelum khutbah misa ini dirasa sangat menarik.
Menurutnya, kebaktian kali ini menunjukan nilai-nilai pluralis yang humanis.
"Saya pikir, inilah wajah keberagaman Indonesia yang asli. Tapi wayangnya kekecilan, lihatnya dari layar proyektor jadi agak angkat kepala nontonnya," tandasnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.