Insiden Topi Miring hingga Tanda Pangkat Bupati Badung Jatuh Dua Kali
Insiden jatuhnya tanda pangkat Giri Prasta sontak membuat petugas protokoler kelimpungan dan buru-buru memperbaiki.
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, DENPASAR - Acara pelantikan serentak kepala daerah dari enam kabupaten/kota, Rabu (17/2/2016) di Gedung Wisma Sabha, Renon, Denpasar, Bali, diwarnai sejumlah kejadian menarik.
Mulai dari bupati dan wakil bupati yang terlihat tegang saat pelantikan, topi yang terpasang miring, sampai tanda pangkat Bupati Badung I Nyoman Giri Prasta yang sempat dua kali jatuh dari pundak.
Insiden jatuhnya tanda pangkat Giri Prasta paling menyita perhatian. Kejadian di luar dugaan ini pun sontak membuat petugas protokoler kelimpungan dan buru-buru memperbaiki.
Insiden ini berawal ketika Gubernur Bali Made Mangku Pastika menyematkan tanda pangkat di pundak kanan dan kiri Giri Prasta.
Sesaat setelah disematkan tiba-tiba tanda pangkat di pundak kanan jatuh.
Mangku Pastika terpaksa harus memungut tanda pangkat tersebut lalu disematkan kembali.
Kejadian serupa kembali berulang.
Saat akan menandatangani pakta integritas, giliran tanda pangkat di pundak kiri Giri Prasta yang jatuh.
Atas kejadian ini Giri Prasta menanggapi santai.
Menurutnya, insiden tersebut semata-mata soal teknis karena perekat tanda pangkat yang tidak melekat secara baik.
Ia pun meminta tidak perlu diterjemahkan aneh-aneh.
Giri Prasta terpilih sebagai Bupati Badung lewat usungan PDIP.
Ia mengalahkan Wakil Bupati incumbent, I Made Sudiana, yang diusung Koalisi Bali Mandara pimpinan Mangku Pastika.
Saat kampanye Pastika sempat jadi jurkam Sudiana di Badung.
Namun di sisi lain, Giri Prasta melihat insiden dua kali pangkatnya jatuh secara politik sebagai pertanda dirinya dua periode akan memimpin Badung.
"Dua kali jatuh bisa berarti nanti dua periode memimpin Badung," kata Giri Prasta sembari tersenyum.
Kepala Protokoler Pemerintah Provinsi Bali Sutha Diana enggan berkomentar banyak mengenai peristiwa ini.
Apalagi perlengkapan pelantikan semuanya disiapkan kabupaten/kota masing-masing.
"Masalah teknis saja, perlengkapan disiapkan kabupten/kota masing-masing," kata Diana.
Sebelum pelantikan, keenam pasangan Bupati-Wakil Bupati dan Wali Kota-Wakil Wali Kota dijadwalkan mengikuti prosesi Mejaya-jaya di Merajan Agung Pemerintah Provinsi Bali pada pukul 07.00 Wita.
Namun Giri Prasta dan wakilnya, I Nyoman Suiasa, tidak mengikuti prosesi sakral tersebut.
Begitu juga pasangan Wali Kota-Wakil Wali Kota Denpasar, IB Rai Dharmawijaya Mantra dan AA Gusti Ngurah Jaya Negara.
Hanya empat pasangan Bupati-Wakil Bupati yang melakukan prosesi Mejaya-jaya.
Mereka Bupati/Wakil Bupati Tabanan, Bupati/Wakil Bupati Karangasem, Bupati/Wakil Bupati Jembrana, dan Bupati/Wakil Bupati Bangli.
Giri Prasta hanya berbicara sedikit tentang prosesi Mejaya-jaya.
Pihaknya mengatakan sudah melakukan prosesi Mejaya-jaya di Pemkab Badung dan tidak ada hubungannya dengan jatuhnya tanda jabatannya.
"Kami sudah melakukan Mejaya-jaya, sudah itu," ujarnya singkat.
Sementara Rai Mantra mengatakan pihaknya sudah melakukan prosesi Mejaya-jaya di Pura Jagadnatha, Denpasar, Bali, Rabu (16/2/2016).
Ia tidak bisa mengikuti prosesi Mejaya-jaya di Merajan Agung Pemprov Bali karena saat bersamaan melakukan persembahyangan di merajan geriyanya.
"Kami sudah Mejaya-jaya dan tadi pagi juga ada sembahyang di rumah. Untuk itu kami tidak bisa mengikuti prosesi Mejaya-jaya di Merajan Agung Pemprov Bali. Jadi kami mohon maaf," jelas Rai Mantra, yang saat pelantikan topinya sempat miring dan dibenarkan oleh Wakil Gubernur Bali, Ketut Sudikerta.