IPW Kritik Polri akan Kembalikan Uang Rp 2,5 M Hasil Pemerasan Penonton DWP, Kenapa Prabowo Diam?
IPW mengkritik rencana pengembalian uang hasil pemerasan Rp 2,5 miliar oleh Polri kepada korban penonton Djakarta Warehouse Project (DWP) 2024.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia Police Watch (IPW) mengkritik rencana pengembalian uang hasil pemerasan Rp 2,5 miliar oleh Polri kepada korban penonton Djakarta Warehouse Project (DWP) 2024.
"Ini membuktikan bahwa institusi Polri tidak serius menuntaskan kasus yang melibatkan anggotanya ke ranah pidana dan cukup berhenti di Komisi Kode Etik Polri (KKEP)," ujar Sugeng Teguh Santoso Ketua IPW dalam keterangan persnya, Senin (6/1/2025).
Menurut Teguh kalau Institusi Polri merupakan penyidik seperti yang diamanatkan oleh peraturan perundangan dan menurut hukum maka uang yang disita itu adalah merupakan barang bukti hasil kejahatan.
"Sehingga kalau uang yang disita dikembalikan maka tidak ada barang bukti yang bisa dijadikan penyidik untuk menjerat pelaku yang juga anggota Polri tersebut," ujar Teguh.
Dijelaskan bahwa penegak hukum tahu barang bukti itu akan dibawa ke peradilan dan nanti hakim yang memutus perkara pemerasan terhadap Warga Negara Malaysia untuk menentukan apakah uang yang disita dimasukkan ke kas negara atau dikembalikan kepada para korban atau dimusnahkan.
"Polisi sebagai penyidik tidak memiliki kewenangan menetapkan status lebih lanjut atas barang bukti uang Rp 2,5 milyar tersebut selain menyita sesuai hukum dan menjadikannya sebagai barang bukti hasil kejahatan pemerasan," ujarnya.
Kata Teguh kalau uang yang disita sebesar Rp 2,5 miliar dari 45 korban pemerasan WN Malaysia tersebut jadi dikembalikan maka sama saja dengan meniadakan atau menghilangkan barang bukti untuk proses hukum yang tentunya tanda tanya masyarakat.
"Serta akan menimbulkan kepercayaan publik terhadap institusi Polri akan merosot," ujarnya.
Sebab, lanjut dia, pemerasan yang dilakukan oleh satuan kerja di reserse narkoba secara berjamaah itu tidak akan diproses secara hukum padahal sudah terlanjur ramai di media sosial, baik di tanah air maupun di luar negeri.
"Dugaan tindak pidana pemerasan dalam jabatan dalam kasus DWP ini masuk dalam kualifikasi tindak pidana korupsi yang tidak dapat diselesaikan dengan jalur restorarive justice," katanya.
Teguh mengatakan hanya melalui proses pemeriksaan pidana maka dugaan pemerasan dalam jabatan ini bisa didalami modus, motif serta aliran dana kepada pihak lain dan juga adanya potensi TPPU bisa muncul karena uang hasil pemerasan tersebut ditampung pada rekening tertentu milik pihak-pihak lain.
Butuh Ketegasan Polri
Oleh karena itu, Indonesia Police Watch (IPW) menilai yang dibutuhkan oleh Institusi Polri adalah ketegasan dan komitmen memberantas polisi-polisi nakal.
"Hal ini sesuai yang disampaikan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dengan memberi perintah tegas kepada jajarannya agar tak segan memberi hukuman kepada anggota yang melanggar hukum," ujar Teguh.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.