Hotma Sitompoel Tak Mau Taruhan, Hotman Paris Gagal Dapat Rp 1 Miliar
Kuasa hukum Agus Tay Hamda May, Hotman Paris Hutapea, terlihat sangat sumringah dengan vonis Margriet seumur hidup.
Editor: Dewi Agustina
SUARA petir menggelegar di langit yang mendung mengiringi usainya sidang vonis terhadap terdakwa kasus pembunuhan Engeline, Margriet Christina Megawe, Senin (29/2/2016) siang.
Berbagai reaksi kemudian muncul terkait vonis seumur hidup terhadap Margriet, yang dianggap sebagai otak dan pelaku pembunuhan Engeline.
Kuasa hukum Agus Tay Hamda May, Hotman Paris Hutapea, terlihat sangat sumringah dengan vonis Margriet tersebut.
Seusai sidang ia tampak tidak dapat menyembunyikan rasa gembiranya.
"Saya dari awal sudah mengira, semua sesuai fakta-fakta," katanya.
Terlihat sesekali Hotman melontarkan candaan kepada kerumunan wartawan yang mengerubunginya. Sambil bergurau, ia pun mengaku merugi sebesar Rp 1 miliar.
Penyebabnya, tawarannya untuk bertaruh tentang vonis yang akan dijatuhkan hakim terhadap Margriet tidak mendapat respon dari kuasa hukum Margriet, Hotma Sitompoel.
"Sesungguhnya ini saya yang rugi besar. Tadi saya tawarin buat taruhan ke Hotma, tapi dia nggak mau karena merasa vonis hakim akan seumur hidup. Coba tadi deal taruhannya. Bisa dapat Rp 1 miliar saya," ucapnya yang diiringi gelak tawa.
Hotman menyatakan, dia sudah yakin sejak dua bulan lalu jika terdakwa Margriet dikenakan pasal 340 yakni pembunuhan berencana dan divonis hukuman seumur hidup.
Keyakinan pengacara kondang itu melihat dari cara hakim dan jaksa penuntut umum bertanya, bahwa diarahkan semua ke arah pembunuhan berencana.
"Dan tidak ada pertanyaan hakim dan jaksa mengarah ke Agus Tay," tandasnya.
Ketua Komnas Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait, juga terlihat senang dengan putusan hakim yang dinilainya sudah obyektif.
Di lain pihak, ia menyatakan turut sedih dengan fakta ada ibu yang membunuh anaknya sendiri.
"Terbukti ini adalah persekongkolan jahat dari seisi rumah. Dan itu bersesuaian dengan fakta-fakta hukum, serta saksi-saksi yang dihadirkan. Seharusnya Margriet lebih terbuka, ini yang disesalkan Komnas Perlindungan Anak. Apakah dia memang melakukan penganiayaan dan pembunuhan ataukah tidak, itu semestinya disampaikan saja di depan pengadilan. Di situlah pentingnya, di situlah dia merugikan dirinya sendiri. Saya kira hakim sudah obyektif,” ujar Arist yang turut menghadiri sidang.
Minta Hukuman Mati
Dalam sidang vonis ini, ibu kandung Engeline, Hamidah, juga kembali hadir. Sebelumnya ia absen saat sidang tuntutan maupun pledoi.
Hamidah duduk di bangku sidang paling depan dengan didampingi oleh tiga orang rekan perempuannya dan Arist Merdeka.
Selama jalannya persidangan yang dimulai sekitar pukul 11.00 Wita, wajah Hamidah tampak murung. Tatapannya kosong, ia terus melihat ke arah kursi terdakwa di depannya.
Sesekali ia menahan tangis dan mengusap air mata ketika hakim membacakan bagaimana Engeline diperlakukan selama tinggal dengan ibu angkatnya, Margriet.
Segera setelah putusan vonis disampaikan oleh ketua majelis hakim, tangis Hamidah pun pecah. Ia kemudian dipeluk oleh seorang rekannya.
Ia menangis di pundak rekannya tersebut. Matanya tampak sembab akibat terus berupaya menahan tangis.
Hamidah ke luar dari ruang sidang. Ia duduk di bangku dengan didampingi Arist Merdeka.
Sambil menggenggam botol air mineral di tangannya, Hamidah yang ditemui awak media mengaku tidak puas dengan putusan vonis hakim terhadap Margriet.
"Kalau hukuman untuk pembunuh hanya penjara seumur hidup, saya juga ingin bunuh orang. Kalau bagi saya sih kurang, karena nyawa anak saya sudah nggak ada. Saya ingin tuntutan mati untuk pembunuh anak saya, bukan penjara seumur hidup," katanya.
Hamidah kemudian ngamuk sembari mencaci maki ketika melihat tim kuasa hukum Margriet diwawancarai media.
"Lihat saja doa saya tentang kalian semua. Kalian semua tahu bahwa orang salah (Margriet) masih saja dibela. Kalian tak punya hati nurani," ujarnya dengan nada tinggi.
Ayah kandung Engeline yang juga mantan suami Hamidah, Rosidiq, juga menginginkan Margriet dihukum mati.
"Vonis hakim terlalu ringan dan saya belum puas. Kejengkelan saya terlalu dalam," jelasnya saat ditemui usai sidang putusan.
Ia menyatakan, seharusnya apa yang telah dilakukan Margriet dan sesuai dengan fakta persidangan, terdakwa dihukum mati.
"Harapan saya, terdakwa Margriet yang mengajukan banding bisa dihukum mati," ujarnya.
Sementara untuk terdakwa Agus Tay, Rosidiq menyatakan pantas menerima hukuman 10 tahun penjara meskipun hukuman tersebut lebih rendah dua tahun dari tuntutan Jaksa penuntut Umum (JPU).
"Kalau Agus Tay saya rasa dia pantas dihukum 10 tahun. Coba dia dulu melaporkan pembunuhan ini mungkin tidak seberat ini," ujarnya. (can/iga)