Bupati Gowa Otomatis Jadi Raja, Mendagri: Itu Salah Kaprah
Mendagri memastikan salah kaprah jika bupati atau gubernur otomatis menjadi raja di daerah tersebut. Kecuali DIY, karena sudah ada undang-undangnya.
Editor: Y Gustaman
Laporan Wartawan Tribun Timur, Alfian
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Rancangan Pemerintah Daerah terkait Lembaga Adat Daerah yang akan dirumuskan oleh kabupaten bertugas menjaga dan memelihara nilai-nilai kebudayaan.
Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo, mengatakan mereka nanti akan menjaga nilai-nilai baik dalam bentuk fisik maupun kebudayaan. Namun tak bisa disalahartikan.
"Pemerintah daerah memang harus menjaga nilai-nilai budaya, tapi tak boleh masuk ke ranah kekhususan semisal raja menjadi bupati atau sebaliknya. Kecuali, semisal Daerah Istimewa Yogyakarta yang telah memiliki landasan undang-undang yang jelas," ujar Tjahjo di Makassar, Sabtu (26/3/2016).
Ia berujar, jika ada kabupaten atau provinsi yang mencampuradukkan aturan adat dalam bentuk peralihan dari bupati menjadi raja dan sebaliknya, maka keliru.
Tugas bupati dan jajarannya dianggap sebagai instansi yang bertanggungjawab menjaga dan memelihara nilai budaya dari luar, namun tak menjadi bagian ataupun mengambilalih garis dan aturan kerajaan di daerah tersebut.
"Peraturan daerah tidak akan menggusur nilai-nilai budaya dan jati diri. Kalau perdanya untuk memelihara dan menjaga nilai-nilai kebudayaan itu bagus. Berbeda dengan Jogja ada undang-undang yang mengatur. Kalau Gowa tidak bisa, harus mengikuti Undang-Undang No 23," ungkap Tjahjo.
Pemerintah Kabupaten Gowa mengusulkan ranperda terkait Lembaga Adat Gowa yang memuat pada poin pertama yakni Pejabat Bupati Gowa secara otomatis diangkat menjadi Raja Gowa.