Puluhan Ibu-ibu Demo PT SMP, Muniah: Kami Tak Ingin Kaya, Bisa Makan Saja Cukup
'Kemarin ada ibu-ibu yang kerja selama satu bulan, berangkat jam 3 pagi pulang jam 3 sore hanya menerima gaji Rp 400 ribu sampai akhirnya pingsan,'
Editor: Wahid Nurdin
TRIBUNNEWS.COM, KAYONG UTARA - Puluhan ibu-ibu yang mendirikan tenda darurat di jalan PT Swadaya Multi Prakasa (SMP) desa Matan Jaya kecamatan Simpang Hilir, Kayong Utara, Kalimantan Barat masih bertahan hingga Jumat (8/4/2016).
Mereka bahkan membawa serta anak-anaknya di tenda darurat.
Tidak hanya itu, ibu-ibu yang jumlahnya diperkirakan sebanyak 34 orang itu juga memasak dan makan di lokasi tersebut.
Kondisi ini mengakibatkan aktivitas di perusahaan terganggu terutama pengangkutan CPO.
Aksi yang mereka lakukan ini tidak akan berakhir sebelum perusahaan memenuhi tuntutan mereka agar menerapkan gaji dengan sistim harian.
Bukan dengan system borongan yang dilakukan oleh perusahaan selama ini.
“Kami tidak mencari kaya, hanya untuk makan saja sudah cukup, kenapa perusahaan tidak mau mengabulkan keinginan kami, padahal tuntutan kami hanya itu saja,” kata Muniah satu di antara buruh yang mengaku sudah dua tahun bekerja.
Dia mengatakan, selama ini perusahaan juga tidak pernah memberikan fasilitas apapun kepada mereka, seperti peralatan cangkul, alat semprot ataupun peralatan lain.
Sementara pekerja yang didatangkan dari daerah luar justru diberikan fasilitas lengkap.
“Keselamatan kerja kami juga tidak pernah mendapat perhatian dari perusahaan, termasuk status karyawan juga masih sebagai buruh harian lepas, sementara buruh dari luar sudah menjadi buruh tetap,” jelasnya.
Hal senada juga disampaikan oleh Asnah, buruh harian lepas lainnya.
Kata dia mereka akan tetap bertahan di jalan tersebut, karena jalan itu memang milik warga Matan Jaya setelah tidak lagi dipergunakan oleh perusahaan pertambangan Harita.
“Jadi perusahaan SMP tidak punya hak untuk lewat sini, ini jalan kami, mau kami apakan saja terserah kami,” katanya.
Asnah mengungkapkan, sejatinya warga sudah memberikan alternative lain dengan cara mengurangi hari kerja dari 7 hari dalam sepekan menjadi empat hari. Namun pihak perusahaan tak bergeming.
“Mereka mempertahankan agar kami bekerja dengan sistim borongan, kalau borongan kami mau makan apa, kemarin ada ibu-ibu yang kerja selama satu bulan, berangkat jam 3 pagi pulang jam 3 sore hanya menerima gaji Rp 400 ribu sampai akhirnya pingsan,” jelasnya.
Susanti buruh lainnya mengatakan, perhatian perusahaan terhadap buruh juga tidak ada, sebab beberapa waktu lalu ada satu diantara karyawan yang mengalami kecelakaan, sama sekali tidak mendapat perhatian.
“Pokoknya sebelum ada keputusan dari perusahaan kami akan terus bertahan di sini, kami rela kehujanan dan kedinginan demi untuk mempertahankan hak kami, perusahaan jangan menjajah kami, mereka di sini numpang sementara kami yang di sini justru diperlakukan seperti ini,” jelasnya.
Kades Matan Jaya Zulkarnaen mengatakan, dirinya akan memperjuangkan hak masyarakat desa Matan Jaya selama apa yang diperjuangkan mereka itu benar.
Sebaliknya, jika warganya melakukan kesalahan dirinya juga siap bertanggung jawab.
“Kalau warga saya ada yang melakukan kesalahan saya akan mengingatkan dan menegur mereka, namun jika benar saya sebagai ayah dan orang tua mereka wajib memperjuangkan. Apalagi ini menyangkut kehidupan mereka,” jelasnya.
Zulkarnaen mengatakan jalan yang digali oleh warga tersebut juga bukan jalan perusahaan SMP, melainkan jalan perusahaan Harita yang sudah off dan diserah terimakan lagi kepada warga.
Sehingga tidak ada alasan perusahaan untuk menuntut.
Hingga kini Tribun belum berhasil mengkonfirmasi pihak perusahaan PT SMP, beberapakali coba dihubungi namun tidak membuahkan hasil. (tribun pontianak/ali)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.