Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Karya Bonsainya Jadi 10 Besar Terbaik Internasional, Ini Sosok Weni Andri Atmoko

Tapi, semua itu setimpal dengan hasilnya yang besar. Itupula yang terlihat dari sosok Weni Andri Atmoko ini.

Editor: Hendra Gunawan
zoom-in Karya Bonsainya Jadi 10 Besar Terbaik Internasional, Ini Sosok Weni Andri Atmoko
SURYA.co.id/Iksan Fauzi
Weni sedang memotong cabang-cabang tanaman bonsai jenis serut yang akan diikutkan lomba, Kamis (7/4/2016) 

TRIBUNNEWS.COM, TUBAN – Menjadi pembuat Bonsai, atau pembonsai harus jeli, tekun dan sabar. Tapi, semua itu setimpal dengan hasilnya yang besar. Itupula yang terlihat dari sosok Weni Andri Atmoko ini.

Pria berusia 40 tahun ini merupakan satu dari belasan orang pembonsai yang sukses di Kabupaten Tuban. Weni tinggal di RT 2 RW 2 Desa Semanding, Kecamatan Semanding, Kabupaten Tuban.

Prestasinya sangat banyak, bahkan ia menjadi juri utama Bonsai tingkat nasional.

Sejumlah bonsai miliknya nya juga berhasil memenangkan beragam kejuaraan, bahkan adapula yang masuk 10 terbaik internasional.

Saat ditemui Kamis (7/4/2016) siang, Weni pun sedang terlihat di salah satu bonsai di pekarangan rumah.

Di pot berukuran kurang lebih 50 centimeter kali 100 centimeter, Weni mencari cabang tanaman yang bisa dibentuk. Dia lalu memotong-motong tanaman bonsai tersebut untuk dilombakan.

“Sebelum diikutkan lomba, di setting (diatur) dulu untuk memperlihatkan anatomi tanamannya, yaitu, akar, batang, cabang, dan daun,” aku Weni.

Berita Rekomendasi

Weni menjelaskan tanaman bonsai di pekarangan rumahnya ada empat jenis, yakni tanaman kemuning, asem, serut, dan Jenar.

Seluruh tanaman bonsainya didapatkan dari Gunung Batu, atau tanaman yang hidup di daerah pegunungan batu. Tanaman itu menyatu dengan karangnya.

Tanaman bonsai di karang ini didapat dari para penggali batu kumbung yang memiliki keahlian khusus.

Para penggali ini lantas menjual padanya dengan harga Rp 50.000 hingga ratusan ribu per tanaman.

“Setelah dirawat, diikutkan lomba. Kalau menang lomba, banyak yang menawar. Harganya bisa mencapai dua puluh juta, atau diikutkan bursa bonsai” ujarnya.

Selain beraktivitas dengan bonsai, keseharian Weni juga beraktivitas di Bonsai School Center (BSC). Ini merupakan wadah pembelajaran yang ia dirikan bersama sesama penggemar bonsai. Ada 15 orang yang ikut di sana.

"Kebetulan saya punya teman yang ahli membonsai, sekarang dia mengajar di India. Ketika dia pulang, teman-teman diajari membonsai. Kadangkala saya dan teman-teman lain yang mengisi," kata Weni.

Menurut Weni, bagi yang ingin menimba ilmu pembonsaian di BSC tak perlu membayar dengan uang, cukup membayar dengan tanaman dasaran yang bisa dibonsai.

“Sekarang para penggali (bonsai karang) sudah banyak yang menjadi pembonsai,” bebernya.

Weni bercerita usaha ini tak lepas dari peran mertuanya, Widodo Setyadi (62). Pria yang tinggal bersebelahan dengannya adalah perintis usaha bonsai di Tuban.

Widodo memulai usaha bonsai dari ketertarikannya memanfaatkan tanaman bonsai untuk hiasan acara perayaan pernikahan anaknya yang kedua tahun 2006. Dari situ, Widodo pun membeli satu tanaman.

Suatu ketika, ia melihat keunikan dari tanaman yang hidup di batu karang dan bisa dibonsai.

Ia pun minta penggali batu mencarikan tanaman yang bisa dibonsai. Lama kelamaan, Widodo membeli dari para penggali terus menerus.

“Sangking senengnya, setiap ada uang saya beli tanaman. Saya beranikan diri jadi ketua pameran bonsai di GOR. Pada waktu itu, saya rugi sekitar lima juta rupiah,” kenang pria yang gemar dengan tanaman serut ini.

Menurut Widodo, dalam pembonsaian, yang perlu diperhatikan adalah gerak dasar cabang tanaman.

Artinya, ia melihat pertumbuhan cabang tanaman. Ketika tanaman bercabang, bisa dibentuk dan nilainya mahal meski ukurannya kecil. (Iksan Fauzie)

Sumber: Surya
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas