Harapan dan Ucapan Selamat Seniman DIY untuk Tribun Jogja
Tepat hari ini, Senin (11/4/2016) Harian Tribun Jogja genap berusia lima tahun.
Editor: Y Gustaman
Laporan Wartawan Tribun Jogja, Septiandri Mandariana
TRIBUNNEWS.COM, YOGYAKARTA - Tepat hari ini, Senin (11/4/2016) Harian Tribun Jogja genap berusia lima tahun. Dalam rentang waktu tersebut, Tribun Jogja telah hadir dan mewarnai pemberitaan dan menjadi media informasi bagi warga DIY dan sekitarnya.
Berikut adalah testimoni, ucapan selamat, harapan serta doa dari kalangan seniman dan budayawan di wilayah DIY, dalam menyambut HUT ke-5 Tribun Jogja.
Didik Nini Thowok, Seniman dan Budayawan
Tribun Jogja di usianya yang kelima ini saya harap tetap memuat sesuatu yang berisi muatan budaya, agar bisa ikut serta mengedukasi masyarakat tentang budaya, agar masyarakatnya mulai peduli dan memahami mengenai budayanya sendiri.
Konten kebudayaan harus tetap ada, karena jika generasi muda kalau tidak diedukasi mengenai kebudayaannya sendiri, nanti bagaimana mencintai budayanya. Di sini masyarakat bisa mencintai budayanya karena adanya informasi, nah salah satunya itu informasi yang disampaikan oleh media massa, yang salah satunya ada Tribun Jogja.
Selamat atas ulang tahun Tribun Jogja yang kelima. Semakin terdepan dan berbobot, serta terus konsisten dalam edukasi budaya dan harus dipertahankan konsistensi itu!
Djaduk Ferianto, Seniman dan Budayawan
Tribun Jogja, paling tidak sudah lima tahun di Yogya ini kan sudah bisa memberikan kontribusi pada kota ini, terutama dari usia lima tahun ini dianggap anak-anak juga bukan dan dianggap dewasa juga belum. Tetapi di sini bagaimana kesediaan sebagai media massa memberikan pencerahan informasi di Yogya ini.
Hal ini merupakan kontribusi yang luar biasa, apalagi kota ini kan sangat unik dalam karakter kotanya. Bagaimana pun Tribun itu peranannya, mungkin dikemudian hari ada peristiwa-peristiwa yang terlintas di kota ini bisa tercover lagi, beberapa hal kadang lepas dari pengamatan Tribun, apakah itu karena suatu konsep dari Tribun sendiri, tetapi peristiwa-peristiwa yang menarik itu kadang-kadang lepas dari Tribun.
Entah karena kolomnya terlalu sedikit. Ketika kita menyadari sebagai bisnis media massa, kita pun menyadari adanya ideologi oplah tapi kita juga harus sadar mengenai adanya ideologi kultural. Itu yang harus jadi pertimbangan Tribun.