Hampir Setengah Tahun Air PDAM tak Mengalir di Tanjung Selor
Saat pagi, Poniman hanya bisa 6 kali bolak-balik dari rumah ke sungai mengambil air dengan kendaraan roda duanya.
Editor: Wahid Nurdin
TRIBUNNEWS.COM, TANJUNG SELOR – Air bersih merupakan salah satu kebutuhan dasar warga. Di Tanjung Selor, ibukota Provinsi Kalimantan Utara (kaltara) masih banyak warganya yang belum menikmati pelayanan air bersih secara maksimal.
Seperti halnya yang dialami Poniman. Pensiunan Tentara Nasional Indonesia (TNI) itu, sudah lima bulan belakangan tak mendapat suplai air PDAM.
Padahal di sudut kanan pekarangan rumahnya terlihat jelas meteren serta pipa-pipa yang sebagain tertanam ke tanah.
Pipa tersebut terhubung ke beberapa media penampungan di rumahnya yang terbuat dari kayu.
Ditemui Tribun, Senin (25/4/2016), di kediamannya di RT 12, Jalur 4, Jalan Merak, Desa Selimau, Kelurahan Tanjung Selor Timur, Poniman kebetulan baru saja pulang mengambil air dari sungai Selimau yang jaraknya ia perkirakan 2 kilometer.
Badannya basah kuyup. “Sekalian mandi tadi, Mas,” tutur pensiunan yang berpangkat terakhir Serma itu.
Satu buah jerigen setengah tua berisi penuh air mendarat di lantai kayu teras rumah. Airnya lumayan jernih.
“Karena lagi pasang, makanya airnya jernih, Mas,” tuturnya.
Air sungai itulah yang digunakan Poniman dan keluarga sehari-harinya, khususnya untuk keperluan mencuci pakaian, mecuci perabotan rumah tangga, serta keperluan mandi dan kakus.
Saat pagi, Poniman hanya bisa 6 kali bolak-balik dari rumah ke sungai mengambil air dengan kendaraan roda duanya. Aktivitas itu diulang saat matahari mulai turun.
Untuk keperluan konsumsi, Poniman harus merogoh kocek Rp 6 ribu untuk membeli air isi ulang.
Keadaan diperparah dua mingu belakangan, tanah Bulungan tak kunjung diguyur hujan.
“Kalau air hujan, bisa saja dipakai masak,” sebutnya.
Memakai kaos loreng TNI AD, Poniman bercerita, bahwasanya warga di Jalur 4 memang sudah jarang menikmati air PDAM selama lima bulan terakhir.
Beberapa kali mencoba menanyakan ke PDAM penyebabnya, namun tak kunjung terpecahkan.
Karena frustasi, sudah dua bulan Poniman tak membayar tagihan. “Tiga bulan pertama, kami masih bayar, meskipun sulit sekali kedapatan air. Tetapi sudah dua bulan ini sudah tidak lagi (membayar),” sebutnya.
Untuk mandi pun, Poniman sekeluarga rela mengirit. Termasuk buah hatinya bernama Adit (12) murid kelas 6 SD 022 Selimau yang sehari-harinya harus mandi sebelum berangkat ke sekolah. Termasuk pula Fariz (8) si bungsu yang duduk di kelas 2 SD 022.
Kustiah (50) istri Poniman juga bercerita bagaimana susahnya mendapatkan air bersih.
Kustiah sampai sering begadang hanya untuk menunggu tiba masa air mengalir.
“Kadang jam satu atau jam 2 mengalir, tapi kecil-kecil. Tetap bersyukur,” tuturnya.
Sempat Kustiah membeli air bersih dari pedagang air keliling. Namun harga per tandonnya bagi Kustiah, sangatlah mencekik.
Walhasil, ibu beranak empat itu berpikir ulang membeli untuk kali kedua.
“Harganya mahal, Mas. Rp 200 ribu per tandon. Saya mikir juga. Jadi untuk konsumsi mending pakai air galon. Ini mau masak sayur bening buat bapaknya, airnya enggak ada. Tunggu kios air isi ulang buka dulu,” sebutnya.
Syaiful, Ketua RT 12 menyebutkan sedikitnya 70 kepala keluarga di daerahnya memang mengalami krisis sir bersih lantaran mandeknya alira air dari pipa-pipa PDAM.
“Kami akan sampaikan ke pemerintah, supaya ada tindakan penanganan. Kasihan warga, khususnya yang tidak mampu. Masak mau beli air terus,” (tribun kaltim/wil)