Bandara Buleleng Akan Dibuat Mengampung Seperti Kapal Induk
Pembangunan bandara baru ini tidak sampai menganggu areal persawahan yang sudah ada
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribun Bali A.A. Gde Putu Wahyura
TRIBUNNEWS.COM, DENPASAR - Bandara Buleleng bakal dibangun di atas laut di kawasan Kubutambahan, Buleleng, Bali seluas 1.400 hektare ini, bakal mirip kapal induk.
Landasan pacu (runway) yang sepanjang 7 kilometer bakal mengapung di atas laut.
“Konsepnya saya sangat setuju, ini green airport, air dari laut, energi dari arus laut dan matahari. Berarti ini nanti bandaranya mengapung di atas laut seperti kapal induk,” ujar Gubernur Bali, Made Mangku Pastika usai rapat dengan Airports Kinesis Canada (AKC) Indonesia di ruang Praja Sabha, Kantor Gubernur Bali, Kamis (26/5/2016).
Menurutnya, dengan model terapung ini, maka pembangunan bandara baru ini tidak sampai menganggu areal persawahan yang sudah ada.
"Areal persawahan itu jangan diganggu, biar sawah jadi atraksi Bali yang pulaunya kecil, alamnya harus tetap lestari," katanya.
Pastika juga mengingatkan, agar nantinya jika bandara sudah mulai beroperasi agar menempatkan para tenaga kerja lokal.
"Beri kualifikasi tenaga kerja yang diperlukan, nanti kita akan persiapkan tenaga kerjanya," katanya.
Sementara itu, Konsultan Airport Kinesisi Canada (AKC) Indonesia, Made Mangku menjelaskan, bandara Bali Utara akan dibangun di darat dan di laut melalui reklamasi.
Total lahan yang diperlukan mencapai 1.400 Ha, di mana 264 Ha akan dibangun melului reklamasi.
Menurut Made Mangku, hanya 264 Ha luas bandara yang berada di darat, sedangkan sisanya akan dibangun mengapung di atas laut.
Bandara ini juga akan dibangun akomodasi pendukung seperti hotel, akomodasi wisata, dan perdagangan.
“Dari 1.400 Ha lahan itu nanti akan dibangun pengembanganairport city seluas 200 Ha, ini untuk kepentingan perdagangan, fasilitas akomodasi wisata, hotel, dan hal-hal lain,” jelasnya.
Ia katakan, pembangunan bandara ini terdiri dari airport, power plan, runway dengan terminal, dan marina cruise.
Bandara baru ini akan mengusung konsep Green Airport sehingga untuk power plan (pembangkit listrik) akan memanfaatkan energi dari arus laut, solar cell, dan geothermal dengan kapasitas 35 Mega Watt.
“Untuk power plan tidak memakai batu-bara atau polusi tinggi. Kami pakai arus, solar cell, geothermal. Power plan dapat menghasilkan energi listrik 35 MW per hari, yang mana 30 MW akan digunakan untuk operasional bandara, 2 MW untuk cadangan, serta 3 MW untuk masyarakat," ujarnya.
Menurutnya, bandara baru ini nantinya memiliki daya tampung 3 kali lebih besar dibandingkan Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai dengan berkapasitas 2.700.000 orang per hari.
Terkait dengan pembiayaan, pembangunan bandara baru ini diperkirakan akan menelan Rp 50 triliun.
Margono dari PT Amarta Nusantara Energi mengatakan, pihaknya akan melibatkan penyedia dana dari Korea dengan sistem Build Operate and Transfer (BOT) selama 35 tahun.
“Pelaksananya dari Korea, kami nanti tim pelaksana. Kami siap untuk membangun pelaksanaan dengan sistem BOT. Sumber keuangan dari Bank Korea dan kami menunjuk bank-bank daerah, nanti kami yang akan menjamin,” katanya.