Kapolres Sarankan Korban Pemerasan Oknum Penyidik Lapor Propam
Dalam kasus dugaan pemerasan ini, oknum penyidik Brigadir VS tidak hanya meminta uang hingga puluhan juta.
Penulis: Array Anarcho
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribun Medan, Array A Argus
TRIBUNNEWS.COM, MEDAN - Kapolresta Medan, Komisaris Besar Mardiaz Kusin Dwihananto tidak banyak memberikan keterangan terkait dugaan pemerasan yang disinyalir dilakukan oknum penyidik Unit Ekonomi Satuan Reserse Kriminal Polresta Medan, Brigadir VS terhadap korban penipuan Imelda (24).
Saat dikonfirmasi Tribun Medan (Tribunnews.com Network), Mardiaz sempat menanyakan nama lengkap oknum penyidik itu.
"Siapa orangnya itu," kata Mardiaz via layanan aplikasi WhatsApp, Rabu (8/6/2016) siang.
Sayangnya, Mardiaz tidak memberikan keterangan apakah dirinya akan menindak oknum tersebut atau tidak.
"Suruh laporkan ke Propam saja. Biar ditindak," katanya singkat.
Dalam kasus dugaan pemerasan ini, oknum penyidik Brigadir VS tidak hanya meminta uang hingga puluhan juta.
Penyidik itu juga meminta minuman jenis wine kepada korban. Menurut penuturan korban, diduga uang hasil perasan ini tidak dinikmati sendiri oleh Brigadir VS.
Ada indikasi, atasannya yang menjabat Kepala Unit Ekonomi juga menerima uang pemberian korban. Selain Kanit, Panit juga mendapat bagian dalam kasus ini.
"Uang yang diberikan keluarga saya itu hampir Rp 50 juta. Padahal dari awal mereka janjikan saya, kalau pelaku penipuan bernama Billy Thimoty akan ditangkap," ujar Imelda.
Diberitakan sebelumnya, penyidik Satuan Reserse Polresta Medan yang bertugas di Unit Ekonomi, Brigadir VS dituding melakukan pemerasan terhadap korban penipuan dan penggelapan bernama Imelda (24).
Tak tanggung-tanggung, uang yang diminta VS mencapai Rp 50 juta.
Bahkan, uang ini diduga menguap ke sejumlah petinggi Sat Reskrim Polresta Medan. Mirisnya, setelah menerima uang perasan itu, kasus yang dilaporkan warga Jl Kebon Kopi, Pasar VII, Dusun IV, Kecamatan Patumbak, sejak Januari 2016 lalu tak kunjung ditindaklanjuti dan mengendap hingga lima bulan lamanya.
"Saya awalnya melaporkan teman saya Billy Timothy yang bertugas di Kantor Pajak Pulau Bintan karena menggelapkan uang saya Rp 23 juta pada 2015 lalu. Setelah saya melapor, kasus ini kemudian ditangani Unit Ekonomi," kata korban sembari menunjukkan surat bukti kapor LP/75/K/I/2016, Rabu (8/6/2016).
Menurut korban, setelah laporan itu diusut, polisi kemudian melakukan gelar perkara pada 7 Mei 2016.
Hasilnya, polisi menetapkan Billy Timothy sebagai tersangka dengan tuduhan penggelapan dan penipuan sesuai pasal 378 subsider 372 KUHPidana.
"Setelah gelar perkara itu, penyidik bernama VS ini kemudian meminta uang kepada keluarga saya. Uang itu disetorkan oleh keluarga saya bertahap ke rekening BCA atas nama LA, yang diakui penyidik sebagai istrinya. Alasannya, uang itu untuk urus perkara saya," kata korban didampingi kuasa hukumnya Israel Silaban.
Setelah uang disetorkan mencapai Rp 20 juta, kasus ini tetap mengendap. Tersangka tak kunjung ditahan, bahkan pasal dalam kasus ini dihilangkan.
"Dalam gelar perkara, ada dua pasal yang disangkakan kepada Billy, yakni padal 378 dan pasal 372. Setelah sampai di jaksa, malah pasal 372 nya enggak ada," kesal korban.
Korban pun berharap Kapolresta Medan, Komisaris Besar Mardiaz Kusin Dwihananto menegur bawahannya. Ia berharap, Mardiaz bisa memerintahkan anggotanya untuk menangkap pelaku. (ray/tribun-medan.com)