Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Suyoto, Anak Tukang Kayu Bercita-cita Jadi Supir Bus, Tapi Malah Jadi Bupati

Pria 51 tahun yang senang dipanggil Kang Yoto itu sejak kecil hidup di Desa Bakung, Kecamatan Kanor, Kabupaten Bojonegoro.

Editor: Sugiyarto
zoom-in Suyoto, Anak Tukang Kayu Bercita-cita Jadi Supir Bus, Tapi Malah Jadi Bupati
surya
bupati bojonegoro suyoto 

TRIBUNNEWS.COM, BOJONEGORO - Bupati Bojonegoro, Suyoto akrab dengan semua warganya. Sikap keakraban itu tak lepas dari sejarah hidupnya berasal dari orang kecil secara ekonomi.

Pria 51 tahun yang senang dipanggil Kang Yoto itu sejak kecil hidup di Desa Bakung, Kecamatan Kanor, Kabupaten Bojonegoro.

Bapaknya seorang tukang kayu lulusan kelas 3 sekolah rakyat. Ibunya buta huruf. Walaupun ibunya buta huruf, tapi banyak belajar menngaji dan mengadopsi filosofi hidup dari budaya Jawa dan ajaran agama Islam. Ibunya juga sangat teguh dalam pendirian dan kejujuran.

Kang Yoto tak mengira hidupnya berbalik 180 derajat dari cita-citanya dulu yang hanya ingn menjadi sopir bus. Masa perkuliahan di Malang kemudian mengubah cita-citanya dari sopir bus lalu ingin menjadi dai (penceramah) di perantauan.

“Untuk menambah ilmu, saya pergi ke Malang (kuliah) dengan segala keterbatasan,” tutur Kang Yoto, Senin (6/6/2016).

Ia teringat, suatu hari pada bulan ramadan, untuk buka puasa, Kang Yoto selalu mencari makanan dan ngaji di masjid. Masa-masa susah saat mahasiswa itu berangsur-angsur berubah lebih baik.

Setelah tahun 1995, ia terlibat dalam kegiatan berbau agama dan sosial. Tahun 1998, Kang Yoto menjadi ketua Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah. Di tahun itu pula, ia berkunjung ke Libya.

Berita Rekomendasi

“Sepulang dari sana (Libya), tahu-tahu nama saya sudah dimasukkan dalam salah satu departemenkepengurusan PAN (Partai Amanat Nasional) di Jawa Timur,” bebernya.

Karena Kang Yoto tadinya merasa hanya menjadi pengamat dan penonton, akhirnya ia njebur sekalian ke dunia politik.

Ia meyakini, politik adalah alat yang efektif untuk melakukan perubahan. Masuk PAN sebenarnya bukan pilihan, karena waktu itu hanya PAN yang diketahuinya.

Kang Yoto tidak memiliki tokoh khusus yang menginspirasinya terjun ke dunia politik. Ia lebih banyak belajar dari situasi masyarakat saat reformasi.

Kemudian, situasi itulah yang membentuk Kang Yoto memilih idelogi politik kesejahteraan.

“Jadi ideologi itu impact-nya harus jelas, yaitu memberikan kesejahteraaan terhadap publik,” menurutnya.

Apabila politik tidak memberikan kesejahteraan terhadap publik dan kehidupan bersama, maka politik tidak bermakna.Dalam dunia politik, Kang Yoto mengedepankan regiliusitas dan moralitas menjadi panduan.

Sumber: Surya
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
×

Ads you may like.

© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas