Longsor dan Banjir Bandang, 700 Warga Sangihe Menungsi
Pasca longsor dan banjir bandang yang melanda lima kecamatan di Kabupaten Kepulauan Sangihe, mengakibatkan 700 warga harus mengungsi
Penulis: Fine Wolajan
Editor: Sugiyarto
Laporan Wartawan Tribun Manado Finneke Wolajan
TRIBUNNEWS.COM, MANADO - Pasca longsor dan banjir bandang yang melanda lima kecamatan di Kabupaten Kepulauan Sangihe, Selasa 21 Juni 2016 lalu, mengakibatkan 700 warga harus mengungsi.
Bantuan pemerintah pun terus mengalir pada para pengungsi. Proses evakuasi longsor maupun korban masih terus dilakukan dengan mengerahkan alat berat. Sedikitnya ada tujuh korban jiwa, tiga dinyatakan meninggal, dua masih tertimbun dua lainnya dinyatakan hilang saat melaut.
Pantauan Tribun Manado, para pengungsi dari Kecamatan Tahuna, Tahuna Barat, Tahuna Timur, Tatoareng dan Manganitu ini ditampung di sekolah-sekolah. Dengan alas seadanya, mereka bertahan di pengungsian.
Anak-anak balita terpaksa tidur di atas tikar, karena peralatan memang sangat terbatas. Sejumlah warga yang diwawancarai menyebut kebutuhan mendesak memang peralatan tempat tidur.
"Kami tidur di atas tikar saja sama anak-anak, begitu pula orang-orang tua. Au bagaimana lagi, cuma alas itu saja yang ada," ujar Merry Panambunan (74).
Ia yang didampingi cucunya Febrianti Mandak (20) mengatakan mereka juga kekurangan air bersih. Kalau pun ada, itu hanya cukup untuk masak saja. Penyakit pasca bencana berupa gatal-gatal pun mulai dialami.
"Susah sekali air bersih, ini hanya menunggu bantuan air di tong oleh pemerintah. Saya mulai gatal-gatal, begitu pula yang lainnya," ujar Merry yang mengaku rumahnya rata dengan tanah.
Senada dikatakan Joyce Bobby (51) pengungsi lainnya. Saking susahnya air, ia dan warga lainnya terpaksa mandi di air sungai yang keruh. "Susah air bersih. Ada bantuan tapi hanya untuk memasak," ucapnya.
Dari bencana ini masih ada lokasi yang terisolir yakni Kolongan Akembawi. Longsoran tanah bercampur batu dan pepohonan masih menutup jalan di beberapa titik. Meski petugas telah berupaya membuka jalan, namun transportasi masih terganggu.
Yang lebih parah lagi, selain longsoran yang menutup jalan, banjir bandang juga merusak jalan dan jembatan. Aspal jalan terlihat ambruk, warga pun harus berhati-hati melewati pinggiran jalan yang masih kokoh.
Akibatnya, akses satu-satunya menuju desa ini yakni menyusuri pinggiran pantai. Terpantau warga lalu lalang di pinggir pantai sembari membawa barang-barang. Kondisi pantai pun terlihat porak-poranda oleh kayu-kayu raksasa.
Kemarin, Pemerintah Kabupaten Kepulauan Sangihe yang dipimpin langsung Bupati HR Makagansa dan Wakil Bupati Jabes Gaghana serta rombongan Forkompimda Sangihe meninjau langsung lokasi.
Bupati HR Makagansa yang juga didampigi istri mendapat curahan hati para pengungsi yang berharap agar pemerintah bisa meringankan penderitaan mereka. Bupati mendengar dengan seksama dan berjanji akan membantu para warga.
Bupati dan jajarannya didampingi perwakilan BNPB J Tambunan, Direktur Tanggap Darurat, Johny Pasomba, Kemensos Kepala Seksi Pemanfaatan dan penatausahaan logistik korban bencana alam, Kepala BPBD Sulut Noldy Liow dan rombongan lainnya.
Selain meninjau, pemerintah juga menyerahkan bantuan pada warga. J Tambunan dalam keterangannya mengatakan bencana ini akan sulit jika pemerintah pusat tak turun tangan. Sehingga pemerintah pusat melalui instruksi Presiden Joko Widodo langsung menyalurkan bantuan tersebut.
Sementara Noldy Liow mengatakan bantuan yang diberikan disesuai dengan permintaan pemerintah kabupaten. Di antaranya kasur, tikar, selimut serta makanan berupa lauk pauk, gizi tambahan, pakaianan anak-anak dan orang dewasa, serta obat-obatan.
"Untuk pertama kami akan lakukan pertemuan dengan stakeholder, lalu serahkan bantuan. Ini baru awal, akan berlanjut nanti. Ini juga sementara dilakukan pengkajian berapa rumah yang rusak," tuturnya.
"Melihat kondisi di lapangan, kurang lebih ada 700 warga yang masih mengungsi. Masih ada juga yang belum ditemukan. Masih juga dilakukan pengkajian berapa kerusakan yang dialami, " ujarnya.