Otak Pembunuhan Salim Kancil Dipidana 20 Tahun Penjara
Hakim menjatuhkan pidana 20 tahun penjara kepada Haryono dan Mat Dasir, otak pembunuhan terhadap Salim Kancil dan penganiayaan Tosan.
Editor: Y Gustaman
Laporan Wartawan Surya, Zainuddin
SURYA.CO.ID, SURABAYA - Haryono dan Mat Dasir lolos dari hukuman seumur hidup seperti tuntutan jaksa penuntu umum. Keduanya aktor intelektual pembunuhan Salim Kancil dan penganiayaan Tosan.
Majelis hakim pimpinan Jihad Arkhanudin menjatuhkan vonis 20 tahun penjara untuk masing-masing terdakwa di Pengadilan Negeri Surabaya, Kamis (23/6/2016).
Jihad membeberkan, terdakwa Mat Dasir sempat memberitahukan rencana menghabisi Salim kepada Babinkamtibmas Selok Awar-awar, Sigit Pramono.
Dalam pembicaraan via telepon ini, Mat Dasir merasa jengkel kepada Salim karena sering menghalangi kelompok propenambangan.
"Tapi saksi Sigit menghalangi upaya terdakwa kedua. Saksi Sigit juga menyampaikan informasi itu kepada Kapolsek Pasirian," sambung Jihad.
Majelis hakim menilai pembunuhan terhadap Salim sudah terencana. Buktinya, Mat Dasir dan rekan-rekannya pergi ke Probolinggo untuk mengisi kekebalan tubuh mengendarai mobil Haryono.
Dalam pembelaannya, Haryono membantah keterlibatannya dalam pembunuhan Salim. Tidak ada saksi yang menyebutkan Haryono terlihat. Ia juga tidak pernah memerintahkan Mat Dasir membunuh Salim.
Majelis hakim tidak sependapat dengan pembelaan terdakwa. Menurut dia Haryono adalah tokoh di Desa Selok Awar-awar, Lumajang.
Kepergian Mat Dasir ke Probolinggo juga atas sepengetahuan Haryono. Bahkan mereka menggunakan mobil milik Haryono.
Perbuatan kedua terdakwa telah mematikan Salim sementara Tosan harus dirawat di Rumah Sakit Saiful Anwar selama 21 hari. "Tidak ada hal yang meringankan terdakwa," tambah hakim.
Majelis hakim menjatuhkan vonis penjara selama 20 tahun kepada masing-masing terdakwa. Vonis ini dikurangi masa kurungan terdakwa selama menjalani persidangan.
Sedangkan barang bukti mobil dikembalikan kepada pemiliknya. Di antaranya mobil Ayla milik Haryono, mobil Kijang milik Wahyu Setia Budi, dan mobil Ertiga milik Eko Sumardi.