Polisi Berpangkat Brigadir Ditahan terkait Kematian Staf BNNP Sultra
Polda Sultra akhirnya menahan seorang oknum polisi berpangkat Brigadir MI dalam perkara kematian staf Badan Narkotika Nasional Provinsi Sultra.
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, KENDARI - Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Tenggara (Sultra) akhirnya menahan seorang oknum polisi berpangkat Brigadir MI dalam perkara kematian staf Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Sultra, Abdul Jalil Arqam (25), Selasa (7/6/2016) lalu.
Sebelumnya, korban yang merupakan staf di bidang Rehabilitasi BNNP Sultra ditangkap sejumlah anggota Polres Kendari di rumahnya di Jalan Balai Kelurahan, Kelurahan Tobimeeta, Kecamatan Abeli, Senin (6/6/2016) pukul 00.00 Wita atas dugaan pencurian dengan kekerasan.
Namun, keesokan harinya, korban dilaporkan meninggal dengan sejumlah luka lebam di sekujur tubuh dan luka tembakan di betis kiri.
Direktur Reserse dan Kriminal Umum Polda Sultra, Komisaris Polisi (Kombes Pol) Agus Sudono membenarkan penahanan terhadap oknum polisi dari Satuan Unit buser Polres Kendari.
"Iya benar sudah ada satu anggota yang ditetapkan sebagai tersangka dan langsung ditahan. Kesalahannya karena telah melakukan tindakan yang tidak sesuai, laporan awalnya sih pengaduan penganiayaan dari keluarga korban dan dia melakukan penembakan," ungkapnya, Jumat (1/7/2016).
Sesuai dengan hasil pemeriksaan 11 anggota polisi yang saat itu melakukan penangkapan, Brigadir MI menembak korban dengan menggunakan pistolnya.
"Jadi tidak perlu dilakukan uji balistik karena pistol yang digunakan untuk menembak merupakan pistol dinas tersangka, karena dari hasil autopsi itu memang korban kekurangan darah akibat tembakan itu, tegas Agus Sudono, Direktur Reskrim Umum Polda Sultra.
Pihaknya masih menunggu hasil autopsi untuk menentukan apakah ada tersangka baru dalam kasus kematian staf BNNP Sultra itu.
"Kita masih menunggu hasil autopsi tim dokter forensik untuk menentukan apakah ada tersangka lain dalam perkara ini," ujarnya.
Pihaknya juga, kata Agus, belum bisa menentukan apakah anggota polisi itu dipecat atau tidak, sebab kasus ini masih dalam proses penyidikan.
Dalam perkara kematian tahanan ini, penyidik polda Sultra telah memeriksa 14 orang saksi, tiga orang dari pihak keluarga korban dan 11 orang merupakan anggota polisi.
Dalam kasus ini, orangtua korban tidak terima anaknya meninggal dalam pengamanan polisi.
Rahmatia, ibu korban mendesak polda baik dari Satuan Profesi dan Pengamanan (Propam) dan Direktorat Reserse dan Kriminal Umum untuk bekerja profesional dan mengungkap pelaku dugaan tindakan kekerasan sehingga mengakibatkan anaknya meninggal.
"Harus ada hukuman setimpal dengan perbuatan yang dilakukan anggota polisi terhadap anakku, dia ditangkap dan diikat dengan menggunakan tali sepatu bapaknya, hanya memakai celana pendek dan tidak diberikan kesempatan untuk pakai baju dalam kondisi sehat. Tapi besoknya saya mau jenguk anakku di polres saya dikasih tahu sudah meninggal karena penyakit sesak napas dan ginjal, seluruh badannya penuh luka dan tembakan, saya langsung bilang anakku dianiaya polisi," ungkap Rahmatia saat ditemui beberapa waktu lalu. (Kompas.com/Kiki Andi Pati)