Ahli Bahasa Terlibat Usut Dugaan Penghinaan Facebooker terhadap Gubernur Bali
Polda Bali memanggil ahli bahasa dari Jakarta untuk mengurai unsur pidana pencemaran nama baik dan penghinaan Aridus Jiro terhadap Gubernur Bali.
Penulis: I Made Ardhiangga
Editor: Y Gustaman
"Bukan ditebang, tapi dipangkas, khawatir jika ada angin, pohon lapuk akan jatuh menimpa orang. Di bawah (halaman rumah dinas Gubernur) kan sering ada acara, kalau menimpa orang bagaimana?" ucap Pastika seusai acara pembentukan Barisan Anti Narkoba Indonesia di Denpasar, Bali, Jumat (22/7/2016).
Bukan main marahnya Pastika setelah tulisan Aridus menyebar di Facebook. Tak sedikit orang menghujat dirinya sebagai gubernur yang tak tahu adat umat Hindu Bali.
"Gara-gara berita itu banyak yang komentar. Dasar Gubernur tidak tahu adat! Dulu saja ada yang non Hindu tinggal di situ (rumah dinas) boleh (meminta daun beringin untuk ritual). Bagaimana orang tidak marah ke saya? Itu bisa jadi konflik lho," beber dia.
Pastika mengaku pernah dituding akan membubarkan Desa Pakraman. Tudingan itu dilontarkan Aridus dalam sebuah bincang-bincang di televisi lokal.
"Memang orangnya kebiasaan, dia (Aridus) juga itu. Kan saya nonton. Jelek benar saya itu, padahal tidak benar saya ngomong begitu (membubarkan Desa Pakraman). Jadi memang harus ya dikasih pelajaranlah," imbuh Pastika.
Aridus Gelisah
Ketetapan hati Pastika yang menolak mediasi kasus ini membuat Aridus gelisah menyusul tulisannya yang ia unggah tempo hari di Facebook. Ia tak memperkirakan tulisannya bakal berbuntut hukum.
“Saya gelisah sekali setelah status yang saya tulis melebar begini sampai harus dilaporkan ke polisi,” kata Aridus saat ditemui di Centre Point, Denpasar, Bali, Selasa (19/7/2017).
Tulisan yang diunggah di Facebook, Aridus akui sebagai reaksi dirinya sebagai pemerhati sosial dan lingkungan sekitar.
“Saya hanya bertanya dan itu baru asumsi. Setelah muncul komen-komen di status saya, saya langsung menulis permintaan maaf di dalam komen. Karena takut menyinggung perasaan pihak atau orang terkait saya hapus status itu,” imbuh dia.
Aridus sekaligus meluruskan tulisannya tersebut tidak mengandung satu pun makian. Sebaliknya Pastika menilai justru karena tulisan itu ia mendapat makian dari komentar orang.
“Nasib saya memang sial, terjebak dalam masalah ini dan tujuan saya bukan seperti yang dituduhkan atau diduga,” ujar dia didampingi anak ketiga Sudira, Nyoman Gede Dwi Antaguna.
Nyoman Gede Dwi mengatakan ayahnya sering memberikan komentar karena latarbelakangnya sebagai aktivis pariwisata.
Di dalam tulisan itu ayahnya mengomentari rentetan upacara mesangi, di antaranya ada prosesi ngangget pohon beringin (memetik pohon beringin).
“Inilah yang menjadi sentral pemikiran bapak. Yang menjadi komennya ialah tidak ada kelanjutan ngangget pohon bringin di Jayasaba dan beralih ke beringin di Jro Kuta,” jelas Nyoman Gede Dwi.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.