Ayah Merry Utami di Solo Dikabarkan Stroke dan Enggan Temui Wartawan
Menurut petugas kebersihan Rusunawa Semanggi, Sukirno alias Gendon, sudah beberapa media yang tidak mau ditemui Siswandi.
Editor: Wahid Nurdin
Laporan Wartawan TribunSolo.com, Labib Zamani
TRIBUNNEWS.COM, SOLO - Siswandi (70), ayah kandung Merry Utami (42), terpidana mati kasus narkoba memilih mengurung diri dan enggan ditemui wartawan.
Hal itu ia lakukan sejak beredar kabar terkait eksekusi terpidana mati anaknya di beberapa media.
Siswandi kini tinggal di rumah susun sederhana sewa (Rusunawa) Semanggi, Pasar Kliwon, Solo, Jawa Tengah.
Menurut petugas kebersihan Rusunawa Semanggi, Sukirno alias Gendon, sudah beberapa media yang tidak mau ditemui Siswandi.
"Pak Siswandi sudah pesan sama saya kalau ada wartawan suruh bilang tidak mau ditemui," kata Gendon saat ditemui di Rusunawa Semanggi, Kamis (28/7/2016) siang.
Dia mengaku, Siswandi menempati Rusunawa sejak tahun 2012.
Saat pertama kali masuk dirinya yang mendaftarkan.
Pasalnya, tidak ada satupun anggota bahkan anaknya yang mengantarkan Siswandi ke Rusunawa.
"Tidak ada anggota keluarganya yang menemani di sini," jelasnya.
"Bahkan, sampai saat ini anak-anaknya juga tidak pernah ke sini, Merry Utami saya juga belum tahu," terangnya.
Menurutnya, Siswandi mempunyai tujuh anak.
Salah satunya adalah Merry Utami, terpidana mati kasus penyalahgunaan narkoba.
Merry ditangkap petugas di terminal D kedatangan Bandara Soekarno Hatta Cengkarwng pada 31 Oktober 2001 karena kedapatan membawa naekotika jenis heroin seberat 1,1 kilogram.
"Sekarang Pak Siswandi tidak bisa apa-apa karena sedang stroke," terangnya.
Demo tolak eksekusi mati Merry
Ada pemandangan menarik menjelang eksekusi para terpidana mati di LP Nusakambangan, Kamis (28/7/2016).
Sekelompok perempuan yang mengaku dari Koalisi Perempuan Indonesia Cilacap menggelar aksi unjuk rasa di depan akses masuk Dermaga Wijaya Pura, Cilacap, Jawa Tengah.
Mereka menuntut terpidana mati atas nama Merry Utami tidak dieksekusi. Menurut mereka, Merry Utami merupakan korban, bukanlah bandar.
Perempuan bernama Munji yang menjadi orator aksi tersebut betalasan Merry tidak mengetahui ada narkoba di tangannya.
Karenanya, kata Munji, Merry tak layak dihilangkan nyawanya.
"Merry adalah korban, bukanlah bandar. Jadi jangan hilangkan nyawanya. Kami tidak membela bandar, silahkan hukum bandar, jangan korban," kata Munji dalam orasinya.
Selain berorasi, para pengunjukrasa juga melantunkan lagu "darah juang" sambil membentangkan karton bertuliskan "Save Merry."
Massa peserta aksi sendiri hanya berjumlah delapan orang. Unjuk rasa tersebut dibubarkan aparat Kepolisian, karena tidak ada pemberitahuan.
Hal tersebut dinyatakan Kasubag Humas Polres Cilacap, AKP. Bintoro.
"Ya mereka tidak ada pemberitahuan, jadi kami bubarkan," kata Bintoro.
Para aparat memaksa mereka masuk ke mobil dan dibawa ke Polres Cilacap.
Sebagaimana diberitakan, pemerintah akan menggelar eksekusi mati tahap 3, kepada 14 terpidana mati kasus narkoba, tiga di antaranya: Freddy Budiman, Merry Utami, dan Zulfikar.
Warga Bogorejo siap terima jenazah Merry
Warga Desa Bogorejo, Kecamatan Barat, Kabupaten Magetan, Jatim, siap meneima jenazah terpidana mati Cahyawati alias Mery Utami (49) kasus kepemilikan kokain seberat 1,1 kilogram yang akan di eksekusi di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Nusakambangani, bila nantinya dimakamkan di pemakaman umum desa setempat.
"Warga di sini mengizinkan jenazah Mery Utami dimakamkan di pemakaman umum desa, pihak keluarga sudah datang meminta izin, saya sudah menyampaikan itu kepada jajaran lain dan warga, semua bisa menerima dan mengizinkan,"kata Kepala Desa Bogorejo Dyah Susilowati kepada Surya, Kamis (28/7/2016).
Dikatakan Diah, sesuai keterangan Devi, anak terpidana mati Mery Utami, keluarganya di Kartosuro, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah takut kalau warga di kampungnya menolak bila jenazah Mery dimakamkan di kampung halamannya.
Keluarga Mery di Sukoharjo malah minta, jenazah Ibu dua anak ini dimakamkan di Nusa Kambangan saja.
Meski Desa Bogorejo, Kecamatan Barat, Kabupaten Magetan mau menerima jenazah Mery dimakamkan di TPU desanya.
Namun persiapan itu belum terlihat dilakukan pihak desa yang lokasinya tidak jauh dari Balai Desa Bogorejo.
Sebelum ini, Kepala Desa Bogorejo, tidak bisa memutuskan menerima atau tidak bila jenazah Mery dimakamkan didesanya.
Tapi setelah kedatangan keluarga Mery Utami dan tokoh masyarakat desa setempat, desa bisa menerima TKI di Taiwan ini.
"Jika sudah ada kabar, kami siap menggali liang lahat. Karena sampai hari ini belum ada kabar dari keluarga kapan eksekusi dilaksanakan, ya kita menunggu saja,"kata Kades Dyah kepada Surya (TRIBUNnews.com Network).
Diungkapkan Dyah, Mery Utami menikah dengan Juniato warga Desa Bogorejo dan mempunyai dua orang anak.
Namun, anak sulung pasangan Mery dan Juniato meninggal dunia, tinggal Devi seorang. Pasangan ini kemudian bercerai, dan Mery nekad menjadi TKI di Taiwan.
Mery sudah tiga kali menjalani kontrak kerja ke Taiwan, dan kepulangannya ke Indonesia yang ketiga kalinya, Oktober 2001 lalu, Mery ditangkap di Bandara Cengkareng Soekarno - Hatta, karena kedapatan membawa heroin sebanyak 1,1 kilogram.(Tribun Solo/Tribunnews-Rendy Ramadhan/Surya)