Sudah Lama Muncul, Intoleransi Beragama di Tanjung Balai Harus Segera Diatasi
Ronald menjelaskan, kerusuhan pembakaran rumah ibadah kemarin adalah puncak dari persoalan yang selama ini terjadi.
Penulis: Array Anarcho
Editor: Wahid Nurdin
Laporan Wartawan Tribun Medan, Array A Argus
TRIBUNNEWS.COM, MEDAN - Kericuhan berbau SARA di Tanjung Balai, Asahan, Sumatera Utara dipicu karena adanya intoleransi beragama.
Menurut Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Sumatera Utara, intoleransi beragama ini sudah lama terjadi.
"Intoleransi beragama di Tanjung Balai ini harus diatasi. Sebelumnya, sudah ada isu-isu bahwa patung terbesar di salah satu rumah ibadah di sana akan diruntuhkan," kata Staf Advokasi KontraS Sumut, Ronald Syafriansyah, Senin (8/8/2016).
Ronald menjelaskan, kerusuhan pembakaran rumah ibadah kemarin adalah puncak dari persoalan yang selama ini terjadi.
Keluhan warga keturunan tionghoa bernama Meliana (41) terhadap azan di salah satu masjid di Tanjung Balai merupakan pemantik dari pecahnya kerusuhan yang selama ini terpendam di tengah masyarakat mayoritas.
"KontraS menilai, baik pemerintah daerah maupun kepolisian lamban dalam mengantisipasi kericuhan ini. Seharusnya, sedari dulu masyarakat di Tanjung Balai ini diberi pemahaman terkait toleransi beragama," katanya.
Selain masalah intoleransi agama, pecahnya kerusuhan juga karena faktor ekonomi. Kesenjangan sosial antara kaum minoritas dan mayoritas menjadi celah timbulnya kerusuhan yang berujung pada pembakaran rumah ibadah.
"Persoalan-persoalan inilah yang harus menjadi perhatian pemerintah daerah setempat maupun kepolisian. Jadi, pihak terkait harus memahami apa akar masalah sebenarnya terkait persoalan ini," ungkap Ronald.(ray)