Biaya Terorisme Dilakukan Tunai, PPATK Usulkan Adanya UU Pembatasan Transaksi Tunai
Risiko terjadi aksi terorisme lebih tinggi dibanding negara-negara lain yang disebabkan wilayah Indonesia begitu luas
Penulis: I Made Ardhiangga
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribun Bali I Made Ardhiangga
TRIBUNNEWS.COM, DENPASAR- Transaksi secara tunai diduga kuat sebagai cara dalam pembiayaan dana terorisme di Indonesia.
Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan(PPATK) akan mendorong adanya Undang-Undang pembatasan transaksi tunai.
"Memang cukup sulit apabila transaksi itu tidak dilakukan secara transfer sehingga dilakukan dengan cash (tunai). Karena itu, kami akan mendorong adanya Undang-undang pembatasan transaksi tunai sehingga nantinya bisa monitoring dan deteksi dari mana uang itu berada," kata Kepala PPATK M Yusuf, Rabu (10/8/2016).
Yusuf mengaku, apabila risiko terjadi aksi terorisme lebih tinggi dibanding negara-negara lain yang disebabkan wilayah Indonesia begitu luas.
"Juga banyak pintu masuknya sehingga kemungkinan orang bisa membawa masuk uang secara bebas. Baik dari jalan formal maupun non formal," katanya.
Ia mencotohkan, dari Singapora, bisa lewat Batam atau Bintan sehingga risiko sangat besar," ungkapnya.
Untuk mengatasinya dengan cara yang salah satunya ialah memberikan kewenangan pada bea dan cukai untuk memeriksa fisik seseorang karena saat ini hanya memeriksa barang saja.
"Jadi kalau ada uang pecahan 10 ribu dolar Singapore dan mereka membawa beberapa lembar saja. Itu bisa untuk membeli berbagai peralatan tindak terorisme," katanya. (ang)