Kisah Hidup Imanuel Nuhan: Penerjun Payung Pertama Indonesia Jadi Pahlawan Desa Sambi
Tak banyak lagi orang mengenal Imanuel Nuhan (93). Dialah satu dari 13 penerjun payung pertama di Tanah Air.
Penulis: Fahrizal Syam
Editor: Y Gustaman
![Kisah Hidup Imanuel Nuhan: Penerjun Payung Pertama Indonesia Jadi Pahlawan Desa Sambi](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/gendong_20160823_194043.jpg)
Laporan Wartawan Tribun Timur, Fahrizal Syam
TRIBUNNEWS.COM, MAKASSAR - Seorang pria tua dibopong Komandan Wing II Pasukan Khas TNI AU di Bandara Tjilik Riwut, Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Badannya kurus, rambut memutih, dan wajah keriput menunjukkan usianya yang renta.
Dialah Imanuel Nuhan (93), salah satu pelaku sejarah di Indonesia. Tak banyak lagi orang mengenalnya. Tapi dia satu dari 13 penerjun payung pertama di Tanah Air.
Imanuel bersama 12 rekannya tercatat sebagai penerjun pertama Indonesia yang sukses melakulan aksinya pada 17 Oktober 1947 di Desa Sambi, Kecamatan Arut Utara, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah.
Ia satu-satunya dari 13 orang yang masih hidup. Rekannya yang lain seperti Hari Hadi Sumantri, FM Soejoto, Iskandar, Ahmad Kosasih, Bachri, J Bitak, C Williem, Amirudin, Ali Akbar, M Dahlan, JH Darius, dan Marawi, telah meninggal.
Sebanyak 13 prajurit terjun termasuk Imanuel terjun dari pesawat C-47 Dakota RI-002 yang dipiloti Bob Freeberg, warga berkebangsaan Amerika, dan kopilot Opsir Udara III Suhodo, serg Jump Master Opsir Muda Udara III Amir Hamzah.
Pejuang tersebut adalah Hari Hadi Sumantri, FM Soejoto, Iskandar, Ahmad Kosasih, Bachri, J Bitak, C Williem, Imanuel, Amirudin, Ali Akbar, M Dahlan, JH Darius, dan Marawi.
Peristiwa heroik tersebut merupakan operasi penerjunan pertama sekaligus operasi lintas udara pertama yang dilakukan anggota TNI AU serta menandai lahirnya Satuan Tempur Darat Matra Udara yang dimiliki TNI AU saat ini.
Saat terjun, ke-13 prajurit tersebut diketahui belum pernah melakukan penerjunan sebelumnya kecuali teori dan ground training.
Hernison Inuhan, putra Imanuel Nuhan yang selalu mendampinginya menceritakan bagaimana sang ayah dapat tercatat dalam sejarah sebagai penerjun pertama Indonesia.
"Dulu bapak sekolah di Sekolah Rakyat, lalu ada kawan bapak yang bawa beliau sekolah pelayaran di Jawa. Bapak kemudian berangkat dari Desa Tewa ke Pulau Jawa. Setelah lulus, ia kemudian menjadi tentara Jepang," kata Hernison saat mendampingi ayahnya berkunjung ke Desa Sambi, Selasa (23/8/2016).
Saat jepang kalah dari sekutu, Imanuel bergabung ke Tentara Rakyat Indonesia (TRI). Saat bergabung di TRI itu Imanuel sempat berperang di Surabaya dan sekitarnya.
Beberapa waktu kemudian, Gubernur Kalimantan saat itu, Muhammad Noor, mengajukan permintaan kepada KSAU yang saat itu dijabat Marsekal S Soeryadarma untuk mengirimkan pasukan payung guna membantu menyusun gerilya dan perjuangan rakyat di Kalimantan.
Selain itu juga untuk membuka jaring komunikasi stasiun radio antara Kalimantan dan Pemerintahan RI yang ada di Yogyakarta serta mengusahakan dan menyempurnakan daerah penerjunan untuk penerjunan lanjutan.
Permintaan disambut baik AURI yang membentuk Tim terdiri dari 13 prajurit pejuang dan menunjuk Mayor Udara Tjilik Riwoet sebagai putra daerah Kalimantan untuk menyiapkan prajurit dalam misi itu.
Tepat pukul 07.00 WIB, 17 Oktober 1947, pesawat C-47 Dakota RI-002 yang dipiloti Bob Freeberg dan kopilot Opsir Udara III Suhodo, serta jump master Opsir Muda Udara III Amir Hamzah, menerjunkan 13 prajurit pejuang di daerah Sambi, Kotawaringin Barat.
"Pada saat penerjunan semua anggota selamat, namun saat istirahat di pondok tak jauh dari lokasi pendaratan, mereka dikepung pasukan Belanda dan terjadi kontak senjata hingga menyebabkan tiga orang pejuang tewas," cerita Hernison menggantikan sang ayah yang tak kuat lagi berbicara.
Saat pengepungan oleh pasukan Belanda itu, beberapa orang sempat kabur termasuk Imanuel, namun pada akhirnya tertangkap. Ia menjadi orang terakhir yang diringkus.
Mereka yang tertangkap kemudian dipenjarakan Belanda di Nusakambangan. Namun setelah melalui berbagai Perundingan, seluruh tahanan akhirnya dibebaskan.
"Setelah bebas bapak ditugaskan di beberapa tempat termasuk pernah di Kebun Binatang Wonokromo. Setelah Pak Tjilik jadi gubernur, ia ditarik jadi kabiro humas sampai akhirnya pensiun pada tahun 1980," cerita dia.
Imanuel menghabiskan masa tuanya di Palngkaraya bersama anak-anaknya. Imanuel memiliki 11 anak dari dua istri. Istri pertama telah meninggal dikaruniai 8 anak, sementara istri kedua memiliki tiga anak.
Di masa tuanya itu, Imanuel terkadang meminta kepada anak-anaknya agar dibawa ke Desa Sambi, tempatnya mendarat dulu. Ia ingin menemui warga desa.
"Beliau selalu ingin ke Sambi tapi kami anak-anaknya tak mengizinkan karena kondisinya yang sudah tidak memungkinkan. Bapak ingin agar masyarakat Kalteng tahu bahwa pejuang yang pernah mendarat di Sambi masih hidup," tutur Hernison.
Imanuel juga selalu berharap agar pemerintah bisa lebih memperhatikan sejarah yang melekat di kota Sambi.
"Pemerintah harus melestarikan dan mengembangkan Desa Sambi, karena jika desa berkembang, sejarah juga akan terus dikenang," pinta Imanuel melalui putranya.
Penerjunan 13 pasukan tersebut kemudian dikukuhkan 20 tahun kemudian, dengan keputusan Men/Pangau nomor 54 tahun 1967 tanggal 12 Oktober 1967 bahwa tanggal 17 Oktober 1947 sebagai hari jadi Komando Pasukan Gerak Cepat (Kopasgat) yang sekarang dikenal dengan nama Korps Pasukan Khas Angkatan Udara (Korpaskhasau).
Imanuel kini menjadi pahlawan bagi warga Desa Sambi. Di desa yang letaknya jauh di pedalaman Kalimantan Tengah ini, berdiri sebuah patung penerjun sebagai simbol bahwa ditempat itu pernah dijadikan lokasi pendaratan penerjun payung pertama Indonesia.
Imanuel juga dielukan warga, terlihat saat rombongan Wing II Paskhas bersamanya menggelar napak tilas di Desa Sambi. Ratusan warga berbondong-bondong mendatangi lokasi dan menyalami pahlawannya.
"Bagi warga Sambi, Imanuel adalah sosok pahlawan. Ia menjadi pelecut semangat, simbol perjuangan dan keberanian seorang prajurit. Itu yang menjadi motivasi para warga Desa Sambi," kata Kepala Desa Sambi, Dusul Susanto.
"Kehadiran Imanuel sebagai pelaku sejarah dalam napak tilas ini merupakan suplemen dan motivator bagi generasi muda prajurit Paskhas untuk lebih memaknai perjuangan para pendiri dan pejuang kemerdekaan dalam mempertahankan eksistensi NKRI," kata Komandan Wing II Paskhas , Kolonel Pas Ari Ismanto.
"Selain itu, kehadirannya juga sebagai cambuk bagi prajurit untuk menjadi prajurit profesional yang dicintai rakyat dalam pengabdiannya kepada bangsa dan negara," sambung dia.