Kisah Sagi, Enam Tahun Mengantarjemput Siswa Bumi Khatulistiwa Dengan Bus Sekolah
Suara siswa-siswi bersenda gurau dengan rekan sebayanya mewarnai suasana di dalam bus yang tak berpendingin udara ini.
Penulis: Tito Ramadhani
Editor: Wahid Nurdin
Laporan Wartawan Tribun Pontianak, Tito Ramadhani
TRIBUNNEWS.COM, PONTIANAK - Sebanyak 62 siswa-siswi yang mengenyam pendidikan di SMP Bumi Khatulistiwa, dapat menggunakan bus sekolah sebagai fasilitas pilihan untuk pulang dan pergi ke sekolah.
Wakil Kepala Sarana dan Humas SMP Bumi Khatulistiwa, Ainun Jariyah menjelaskan, walau telah disediakan bus sekolah, ada pula siswa yang tidak menggunakan fasilitas tersebut, lantaran kediaman siswa tersebut memang tak jauh dari SMP Bumi Khatulistiwa.
"Ada beberapa yang tidak menggunakan bus, selain ada yang rumahnya dekat, ada juga yang kebetulan orangtuanya berangkat tugas melewati sekolah, jadi sekalian antar anaknya," jelasnya.
Walau telah melakukan perawatan rutin setiap bulannya, armada-armada bus sekolah SMP Bumi Khatulistiwa diakui Ainun pernah mengalami kondisi tak dapat dioperasikan dengan semestinya.
Namun, hal ini tak membuat siswa mengalami keterlambatan tiba di sekolah.
"Pernah, itukan namanya buatan manusia, mesti ada mogok. Cuma tidak sampai siswa terlambat, karena kami ada komunikasi. Misalkan ada bus mogok di rute mana, itu dengan segera dilaporkan ke saya, terus saya perintahkan ke sopir yang lain menggunakan bus lain untuk menjemput siswa, jadi tidak terlambat sampai satu jam, itu nggak pernah," urai Ainun.
Jika kondisi seperti ini, ia menegaskan selalu memberikan prioritas agar siswa segera tiba di sekolah. Sehingga, jikapun terlambat tidak dalam waktu yang lama, hanya beberapa menit saja.
Untuk perawatan bus, Ainun menuturkan pengelolaannya langsung dibawah pihak Yayasan Adijanto. Begitu sopir menemukan kendala di jalan, langsung mengarahkan ke bengkel yang telah ditunjuk sebagai mitra yayasan.
"Penanganan termasuk pembiayaannya langsung dari yayasan," ucapnya.
Fasilitas bus sekolah yang diberikan sekolah ini, cukup meringankan orangtua siswa, karena biaya penggunaan bus ini hanya dikenakan sebesar Rp 75 ribu persiswa, yang dibayarkan bersamaan dengan SPP dalam setiap bulannya.
Sehingga, dengan biaya SPP sebesar Rp 300 ribu, siswa hanya dikenakan total Rp 375 ribu setiap bulannya.
"Untuk pembayaran atau biaya ke bengkel itu selalu langsung ditangani yayasan, jadi kami tidak tahu pasti apa yayasan menggunakan uang siswa tersebut untuk perawatan di bengkel," paparnya.
Setelah mendapatkan izin dari Kepala SMP Bumi Khatulistiwa, Mahyudi. Tribunpontianak.co.id berkesempatan ikut mengantar siswa-siswi pulang dengan menggunakan bus sekolah.
Ada dua bus terlihat terparkir di halaman sekolah. Dari luar terlihat bus memiliki warna nominan biru muda, dengan tulisan di bodi samping bus bertulisan SMP Bumi Khatulistiwa, sementara di kaca depan bertulisan Bis Sekolah Yayasan Adijanto.
Kedua bus yang dioperasikan ini berpelat nomor KB 7641 AA dan KB 7642 AA. Dari luar, kedua bus ini memang terlihat terawat, bersih dan mengkilap. Sangat layak dan serasi bersanding dengan bangunan sekolah tiga lantai nan megah.
Siswa-siswi sekolah saat itu tak sedang dalam aktivitas belajar, namun berolahraga sesuai dengan minat bakatnya. Ada yang bermain futsal, tenis meja dan lainnya, sehingga pulangnya lebih awal dari jam belajar biasanya.
Sekitar pukul 10.02 WIB, bus yang dinaiki tribunpontianak.co.id kebetulan menempuh rute antar di sekitar Kubu Raya. Siswa-siswi terlihat mulai menaiki bus ini secara tertib.
Kondisi dalam bus tak jauh berbeda dengan di luar, terlihat bersih. Siswa-siswi terlihat mulai duduk menempati kursi bus.
Suara siswa-siswi bersenda gurau dengan rekan sebayanya mewarnai suasana di dalam bus yang tak berpendingin udara ini.
Dari 31 seat (kursi) yang dimiliki bus ini, tak semuanya ditempati siswa-siswi, ada yang terlihat berdiri sambil berkipas atau mendekatkan diri ke jendela yang tampak sebagian kacanya terbuka.
Satu persatu siswa-siswi diturunkan di titik penurunan (check point). Ada yang sendiri, berdua atau rombongan. Karena memang bertempat tinggal tak berjauhan.
Sopir bus SMP Bumi Khatulistiwa, Sagi (41) menuturkan telah sejak enam tahun silam bekerja mengemudikan bus sekolah tersebut. Jika sebelumnya ia mendapatkan tugas di rute dalam Kota Pontianak, kini ia bertugas di rute Kubu Raya.
Setiap harinya, Sagi harus bangun sekitar pukul 04.00 WIB, mempersiapkan diri dan sarapan, agar dapat berangkat dari rumahnya tidak lebih dari pukul 05.15 untuk segera tiba di sekolah sekitar pukul 05.30.
Sekitar 10 menit pula, ia memanaskan mesin bus terlebih dahulu. Karena sekitar pukul 05.45, ia harus sudah bergerak menjemput siswa-siswi di titik penjemputan pertama. Tepat pukul 05.50, di check point ini ia sudah ditunggu siswa.
"Titik kedua jam 06.00, titik ketiga jam 06.05, pokoknya sampai ke sekolah lagi sekitar pukul 06.45. Di rute Kubu Raya ini paling sekitar 45 menit cukup, kalau di rute kota agak lama, karena banyak jalur yang macet di sana," tuturnya, Sabtu (3/9/2016).
Di rute dalam Kota Pontianak, Sagi mengaku harus bangun lebih awal, karena ia harus berangkat dari sekolah sejak pukul 05.40, hingga menuju titik penjemputan pertama pukul 05.50.
"Walau macet, begitu sampai langsung-langsung naik saja. Karena titik penjemputannya tidak banyak. Lebih banyak di Kubu Raya. Sampai di sekolah sini sama, sekitar jam 06.45 - 06.50," jelasnya.
Sagi tak sendirian, ada dua sopir bus sekolah lainnya yang bertugas sama mengemudikan bus sekolah SMP Bumi Khatulistiwa. Yakni Mustari dan Wahid.
"Ada siswa yang rumahnya di tepi jalan di jalur lewat bus, bisa langsung naik. Cuma biasanya di titik terdekat dia sudah menunggu lebih awal di situ, jadi naiknya dari situ, karena ngumpul di situ," terangnya.
Dengan aturan toleransi tidak lebih dari lima menit, Sagi mengaku pernah ada siswa yang terlambat ke check point. Namun sangat jarang sekali, karena selama ini rata-rata siswa selalu tepat waktu sesuai jadwal penjemputan di titik terdekat kediamannya.
"Ada, tapi tidak sering, jarang. Mereka kalau terlambat informasi dulu dari orangtuanya. Pak anak kami terlambat, jalan duluan saja katanya begitu. Kalau tidak di antar orang tua ke sekolah, dia bisa ngejar ke rute berikutnya. Kebanyakan anak-anak ini tepat waktu," paparnya.
Sagi mengungkapkan, jika pada awalnya yang dioperasikan sekolah tersebut, bus bermesin Isuzu, namun kini sudah menggunakan bus bermesin Hino 130 Dutro.
"Red-nya, masing-masing pagi satu kali, pulang satu kali. Ndak terlalu banyak, satu-satu bus saja. Antar dan jemput jalurnya tetap, semua rute sama, ndak berubah," ungkap pria asal Blora, Jateng ini.
Selama enam tahun menjadi pengemudi bus sekolah, Sagi mengaku lebih banyak suka daripada duka. Suka, menurutnya dapat tersenyum melayani siswa-siswi di sekolah tersebut, sementara duka dihadapi tatkala mesin bus ngadat atau saat menghadapi kendala jalanan yang macet.
"Kalau bus yang sekarang jarang, tapi kalau yang dulu iya sering. Kalau yang ini ndak ada, mudah-mudahan ndak ya, sudah dua tahun ini digunakan, jangan sampailah, kasihan anak-anak," ujarnya.
Pria beranak satu ini, mengaku betah bekerja di sekolah tersebut. Dalam setiap bulannya ia digaji sesuai standar (upah minimum kabupaten) UMK Kubu Raya.
"Sekitar Rp 1.650.000 ya UMR Kubu Raya, ditambah lembur dan uang makan, cukuplah," sambungnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.