Harga Minyak Dunia Naik Tipis Jadi 73,20 Dolar AS per Barel Usai Inflasi AS Mereda
Perdagangan minyak mentah berjangka Brent selama 24 jam terakhir naik 26 sen atau 0,4 persen menjadi 73,20 per barel.
Penulis: Namira Yunia Lestanti
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Laporan Wartawan Tribunnews.com Namira Yunia
TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON – Harga minyak dunia di perdagangan pasar global dilaporkan bangkit, naik tipis setelah ketegangan pasar mereda pasca data inflasi Amerika Serikat (AS) menunjukkan penurunan.
Mengutip data CNBC International, perdagangan minyak mentah berjangka Brent selama 24 jam terakhir naik 26 sen atau 0,4 persen menjadi 73,20 per barel, Senin (23/12/2024).
Kenaikan serupa juga terjadi pada perdagangan minyak mentah berjangka West Texas Intermediate AS (WTI AS) yang melesat naik 31 sen atau 0,5 persen menjadi 69,77 dolar AS per barel.
Lonjakan ini terjadi lantaran ketegangan pasar mereda usai Ia inflasi AS melambat pada bulan November. Sementara Indeks harga pengeluaran konsumsi pribadi (PCE), ukuran inflasi pilihan The Fed, menunjukkan peningkatan 0,1 persen dari bulan Oktober.
Baca juga: Harga Minyak Dunia Anjlok, WTI Melemah di Posisi 70,27 Dolar Per Barel Dampak Gejolak Pasar China
Ukuran tersebut menunjukkan tingkat inflasi 2,4 persen secara tahunan, masih di atas target The Fed sebesar 2 persen, tetapi lebih rendah dari estimasi 2,5 persen dari Dow Jones.
“Aset berisiko, termasuk ekuitas berjangka AS dan minyak mentah, mengawali minggu ini dengan posisi yang lebih kuat,” kata analis pasar IG, Tony Sycamore, seraya menambahkan bahwa data inflasi yang lebih dingin membantu meredakan kekhawatiran menyusul pemangkasan suku bunga agresif Federal Reserve.
“Saya pikir Senat AS yang meloloskan undang-undang untuk mengakhiri penutupan sementara selama akhir pekan telah membantu,” katanya.
Selain terpengaruh laporan inflasi, lonjakan harga minyak terjadi akibat efek tarif ekspor blok yang diterapkan Trump untuk Eropa.
Presiden terpilih AS Donald Trump baru-baru ini menebar ancaman kepada Uni Eropa (UE) terkait kebijakan perdagangan migas, yang mengharuskan Uni Eropa untuk meningkatkan pembelian minyak dan gas dari AS dalam skala besar.
Aturan itu perlu dilakukan untuk menutupi kesenjangan defisit yang luar biasa antara pasar Eropa dengan AS, menurut data Eurostat selama 2023 defisit keduanya telah membengkak mencapai 156 miliar euro atau 162 miliar dollar AS.
Lantaran UE diam-diam memasok bahan bakar dari pipa Rusia yang dibanderol lebih murah ketimbang BBM dari AS. Data perusahaan analitik energi Kepler menunjukkan bahwa negara-negara Uni Eropa masih terus membeli gas Rusia senilai miliaran euro setiap bulan.
Pada tahun 2024, blok tersebut diperkirakan mengimpor LNG 10 persen lebih banyak dari Rusia daripada pada tahun 2023.
Alasan tersebut yang membuat Trump murka hingga memberlakukan aturan belanja migas kepada pasar UE, apabila UE tidak meningkatkan permintaan minyak maka pemerintahan AS akan menerapkan sanksi.