Bu Guru Ernani Jatuhi Denda Rp 2.000 pada Siswa yang Tidak Kerjakan PR
Sanksi serupa diterapkan jika siswa tidak mengenakan kaus kaki dan bertengkar dengan temannya
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Surya Bayu Saputra
TRIBUNNEWS.COM, LAMPUNG - Orangtua siswa SD Negeri 1 Gotong Royong, Bandar Lampung mengeluhkan sanksi berupa denda berupa uang yang diduga diterapkan oleh wali kelas.
Salah satu orangtua murid, Sarifudin mengaku anaknya yang duduk di kelas lima SD Negeri 1 Gotong Royong menceritakan, setiap pelanggaran dikenai denda sebesar Rp 2.000.
Misalnya jika tidak mengerjakan pekerjaan rumah (PR), siswa diharuskan membayar Rp 2.000.
Sanksi serupa diterapkan jika siswa tidak mengenakan kaus kaki dan bertengkar dengan temannya.
”Bentuknya beragam. Misalnya setiap hari Rabu kan biasanya siswa memakai seragam sekolah dan baju olahraga. Tapi, kalau nggak bawa salah satunya, dia didenda Rp 2.000,” tutur warga Kecamatan Tanjungkarang Pusat ini, Kamis (29/9).
"Sampai sekarang masih berjalan. Dalihnya sih untuk memberikan efek jera ke murid yang melanggar aturan," tambah Sarifudin.
Penolakan atas kebijakan itu, terus Sarifudin, bukan hanya datang dari dirinya.
Sejumlah wali murid lainnya juga menyatakan keberatan yang sama dan tidak setuju dengan kebijakan tersebut.
Usut punya usut, ternyata aturan denda itu hanya diberlakukan di kelas lima, sementara siswa di kelas lainnya tidak mengalami sanksi serupa.
N, siswi kelas enam SDN 1 Gotong Royong.
Ia mengaku mengalami hal yang sama saat masih duduk di bangku kelas lima pada tahun ajaran lalu.
"Dulu saat masih kelas lima, saya dimintai uang Rp 2.000 kalau nggak mengerjakan tugas. Itu masih Ibu Ernani yang mengajar. Nggak tahu kalau sekarang," kisah N saat ditemui sepulang dari sekolah, Kamis (30/9).
Meski nominalnya hanya sebesar Rp 2.000, terus N, denda tersebut cukup memberatkan.
Menurut dia, sangat tidak pantas siswa dikenai denda karena melakukan kesalahan.
Guru Membantah
Saat dikonfirmasi terkait hal ini, wali kelas lima SDN 1 Gotong Royong membantahnya.
Guru bernama Ernani tersebut mengaku tidak pernah meminta uang Rp 2.000 kepada siswanya jika melakukan pelanggaran, termasuk saat tidak mengerjakan tugas.
Ernani menjelaskan, uang yang dimaksud bukanlah denda melainkan biaya untuk melaksanakan kegiatan praktik.
"Kita ini kan metodenya mengacu pada Kurikulum 2013. Jadi banyak alat yang harus dipersiapkan untuk praktikumnya. Karena mereka kan biasanya kerja kelompok," terang Ernani.
Ernani menerangkan, dalam praktik tersebut, siswa biasanya membuat kerajinan tangan hingga membuat makanan, seperti pecel.
”Itu semua ada biayanya. Jadi uangnya untuk beli bahan-bahan yang diperlukan,” tutur Ernani.
”Tambahan biaya itu yang mungkin disebut pungutan. Padahal, kan itu untuk mereka sendiri. Untuk mengasah keterampilan mereka," sambungnya.
Soal denda, Ernani kembali membantahnya.
"Nggak ada (denda) itu. Tapi, kalau untuk acara 17-an memang anak-anak itu iuran untuk beli peralatan dekorasi. Itu pun kita nggak maksa mereka," ucap wanita yang tiga tahun lagi pensiun ini.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.