Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kejanggalan Kematian 'Santri' Dimas Kanjeng, HP Tak Aktif Hingga Luka Lebam

Sutarni istri Sumarno lebih memilih tinggal di rumah Ngawi daripada ikut Sumarno suaminya di padepokan.

Editor: Wahid Nurdin
zoom-in Kejanggalan Kematian 'Santri' Dimas Kanjeng, HP Tak Aktif Hingga Luka Lebam
Surya/Galih Lintartika
Padepokan Dimas Kanjeng Taat Pribadi di Desa Wangkal, Kecamatan Gading, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur. SURYA/GALIH LINTARTIKA 

Laporan wartawan Surya, Doni Prasetyo
TRIBUNNEWS.COM, NGAWI - Sumarno, salah satu 'santri' padepokan Dimas Kanjeng Taat Pribadi dipulangkan dalam keadaan meninggal dunia hingga membuat pihak keluarga syok.

Informasi dari warga setempat, almarhum Sumarno dan istrinya Sutarni, warga Desa Babadan, Kecamatan Pangkur, Kabupaten Ngawi, diketahui bergabung dengan Padepokan Dimas Kanjeng Taat Pribadi sejak tahun 2013 atau sekitar tiga tahun.

Tapi, Sutarni istri Sumarno lebih memilih tinggal di rumah Ngawi daripada ikut Sumarno suaminya di padepokan di Dusun Cangkelek, Desa Wangkal, Kecamatan Gading, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur.

Selama ini Sumarno dikenal sebagai prajurit perekrut anggota baru padepokan Dimas Kanjeng Taat Pribadi untuk wilayah Kabupaten Ngawi.

Sumarno sendiri, diperkirakan sudah mengeluarkan uang mahar sebesar Rp 27 juta dan diduga sudah diserahkan kepada Taat Pribadi.

Sumarno sebelum tewas, beberapa hari handphone-nya tidak bisa dihubungi keluarganya.

Tiba-tiba keluarga di Ngawi mendapat kabar Sumarno meninggal mendadak di padepokan Taat Pribadi, di Probolinggo, tanpa diketahui penyebabnya.

Berita Rekomendasi

Menurut Sukardiono, perangkat Desa Babadan, Kecamatan Pangkur, Kabupaten Ngawi, sejak Sumarno masuk ke Padepokan Taat Pribadi, keluarga maupun tetangga sulit bisa menghubungi lewat telepon selulernya.

Hal itu karena ada peraturan di padepokan Kanjeng Dimas Taat Pribadi, yang tidak membolehkan anggota padepokan membawa handphone (HP).

Apalagi anggota yang sudah diangkat menjadi prajurit seperti almarhum Sumarno.

"Sejak masuk padepokan, almarhum sulit dihubungi, HP nya selaku tidak aktif bila dihubungi. Apalagi, ketika dia diangkat menjadi prajurit padepokan, malah ada aturan tidak diperbolehkan mempergunakan HP. Tapi tiba tiba ada kabar meninggal menadak, apa tidak mencurigakan. Pasti ada yang tidak wajar," kata Sukardiono kepada SURYA.co.id (Tribunnews.com network), Sabtu (15/10/2016).

Dijelaskan Sukardiono, kecurigaan ada yang tidak wajar di kematian Sumarno itu semakin bulat saat melihat jenazahnya dimandikan, terlihat ada beberapa lebam di tubuhnya, yang paling kentara lebam pas di ulu hati.

Tidak hanya itu, dari mulut almarhum Sumarno terlihat keluar darah.

"Tidak hanya keluarga yang kaget mendengar kabar Sumarno meninggal mendadak, tapi juga warga disini (Desa Babadan). Sehingga kami tidak sempat menanyai identitas keempat pengantar jenazah Sumarno,"jelas Sukardiono.

Almarhum Sumarno, tambah Sukardiono, di Desa Babadan, Kecamatan Pangkur, Kabupaten Ngawi adalah tokoh masyarakat petani, makanya dia diangkat menjadi Ketua Kelompok Tani.

Hal itu memudahkan almarhum Sumarno merekrut anggota baru untuk padepokan Taat Pribadi.

"Saat ini semua barang milik Sumarno, yang ada di padepokan Taat Pribadi sudah diambil, termasuk satu unit sepeda motor. Keluarga berharap uang mahar yang diserahkan almarhum ke Taat Pribadi bisa dikembalikan. Karena masalah uang mahar itu sangat membebani pikiran Sutarni, istri almarhum,"jelas Sukardiono.

Informasi meninggalnya Sumarno bocor, Jumat (14/10/2016) sore atau dua hari setelah jenazah bapak satu anak itu dimakamkan di tempat pemakaman umum (TPU) Desa Babadan, Kecamatan Pangkur, Kabupaten Ngawi, Rabu (12/10/2016).(*)

Sumber: Surya
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas