Kisah Ini Viral, Menolak Dievakuasi Karena 'Bukan Muhrim', Tapi Mendaki Bareng Pacar
'Korban menolak dievakuasi dengan alasan bukan muhrim. Padahal, dia mendaki bersama pacarnya, bukan suaminya.'
Editor: Rendy Sadikin
TRIBUNNEWS.COM - Sebuah kisah yang dibagikan grup jejaring sosial Facebook 'Backpacker Nusantara' mendadak viral.
Kisah tersebut berdasarkan curhat pengguna akun Twitter @Sindoro_Sumbing tentang seorang gadis pendaki Gunung Sumbing, Jawa Tengah, yang menolak dievakuasi karena 'bukan muhrim'.
Berdasarkan tulisan di Backpacker Nusantara, ocehan dari akun @Sindoro_Sumbing itu sempat ramai di Twitter pada 26 Agustus silam.
Namun, baru pada Senin (17/102/2016), kisah itu dibagikan di grup Backpacker Nusantara.
"Suatu imbauan yang menyimpan sedikit kekesalan terlontar karena salah seorang oknum pendaki cewek yang enggan dievakuasi dengan alasan bukan muhrim," tulis admin Backpacker Nusantara.
Tertulis, kondisi pendaki sudah cukup, sehingga tim basecamp Sindoro_Sumbing memutuskan untuk mengevakuasi korban.
"Menurut keterangan admin Sindoro_Sumbing yang saya hubungi via telepon, kejadian bermula ketika si pendaki wanita tersebut mengalami cedera kaki yang cukup parah. Untuk berdiri saja dia tidak mampu apalagi harus menuruni Gunung Sumbing. Karena mempertimbangkan kondisinya yang cukup parah, seorang temannya menghubungi basecamp untuk meminta bantuan mengevakuasi pendaki wanita tersebut. Korban sempat menolak dievakuasi dengan alasan ‘bukan muhrim’," tulis admin Backpacker Nusantara.
Nah, ketika tim evakuasi sampai di lokasi, pendaki wanita tersebut menolak untuk diselamatkan dengan alasan bukan muhrim.
"Hal ini tentunya makin memperunyam suasana. Lucunya, si pendaki wanita itu sebenarnya saat itu mendaki bersama pacarnya, bukan suaminya. Nah, lho," tulis admin Backpacker Nusantara.
"Permasalahan menyangkut keyakinan memang tidak bisa diganggu gugat. Semua sudah jelas tertuang dalam UUD 1945 pasal 29 ayat 2. Maka, sudah sepatutnya kita menjadi warga negara yang baik yang menghormati keyakinan agama lainnya. Karena itu, tim evakuasi pun berusaha menghormati keyakinan korban. Mereka memanfaatkan hammock sebagai alat evakuasi. Sebelumnya mereka memakaikan jaket tebal pada si pendaki wanita saat mengangkatnya ke hammock untuk menjaga jarak sehingga tidak menyentuh korban secara langsung (kulit ketemu kulit)," tulis admin Backpacker Nusantara.
Menurut admin Backpacker Nusantara, tim evakuasi bagaimanapun juga hanya melaksanakan tugas dan kewajiban demi kemanusiaan.
Admin mengimbau, jika tidak siap dievakuasi oleh yang bukan muhrim, lebih baik mengajak orang yang muhrim untuk mendampingi mendaki.
"Berkaca dari kejadian tersebut, saya cenderung setuju dengan kicauan admin @Sindoro_Sumbing. Buat kamu pendaki wanita yang tidak ingin bersentuhan dengan bukan muhrim, sebaiknya mengajak muhrimmu yang berpengalaman di dunia pendakian untuk mendampingi. Jadi, bila nanti terjadi sesuatu hal yang membahayakan di gunung, kamu tidak merepotkan orang lain," tulis admin Backpacker Nusantara.
Admin mengatakan permasalahan ini pun menjadi pelajaran buat kita.
"Gunung itu bukan mall yang semua hal bisa didapatkan dengan mudah. Gunung juga bukan playground yang dengan entengnya kita bisa bermain-main sesuka hati tanpa mempedulikan sekitar," terang admin.
Jika telah memutuskan untuk naik gunung, imbuhnya, pastikan bahwa memang sudah paham betul konsekuensi yang menghadang di setiap jengkal langkah.
"Banyak yang pulang dengan suka cita, tidak sedikit pendaki yang pulang hanya membawa nama," tulisnya.
"Persiapkan pendakianmu sebaik mungkin. Apalagi saat musim penghujan seperti ini. Beberapa hari sebelum pendakian, cobalah untuk jogging. Sedangkan buat cewek, sebaiknya jangan mendaki saat menstruasi. Karena pada saat itulah, tubuh cewek cenderung lemah. Intinya, ketahuilah kekuatan diri sendiri sebelum mendaki agar tidak merepotkan orang lain," imbau admin.
Tidak disebutkan oleh penulis kapan peristiwa tersebut terjadi dan cedera seperti apa yang dialami oleh gadis tersebut.