Sumbangan Sukarela Alias Pungli Mencekik Orangtua Murid
Praktik pungutan liar di sekolah sangat mencekik orangtua murid. Mereka mengemasnya dengan istilah sumbangan sukarela bukan iuran.
Penulis: Khaerur Reza
Editor: Y Gustaman
Laporan Wartawan Tribun Jogja, Khaerur Reza
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYAKARTA - Praktik pungutan liar di sekolah biasanya melibatkan dewan atau komite sekolah. Mereka menggunakan kata manis untuk pungli ini, yakni sumbangan sukarela.
"Modusnya mereka pakai nama dewan atau komite sekolah dan namanya bukan iuran tapi sumbangan sukarela," ujar Kepala Ombudsman Republik Indonesia DIY, Budhi Masyuri, kepada Tribunjogja.com, Selasa (18/10/2016).
Sumbangan sukarela memang masih dibolehkan, namun disayangkan tidak menyebutkan berapa yang harus dibayar orangtua murid dan tak ada batas waktunya.
Jumlah sumbangan rela beragam besarannya, mulai puluhan ribu hingga jutaan rupiah dengan batas waktu tertentu.
Akibatnya banyak wali murid mengeluhkan pungli yang dibungkus sumbangan sukarela ini. Jika tak membayar, mereka khawatir anaknya mengalami kesulitan di antaranya tidak mendapatkan kartu ujian hingga tidak mendapat rapor.
"Patut diduga pungutan seperti itu termasuk pungutan liar. Di undang-undang sudah jelas bahwa komite sekolah tidak berhak melakukan pungutan," beber dia.
Pihaknya sendiri sudah menangani beberapa kasus tersebut sampai tahap mediasi dan klarifikasi, sementara beberapa kasus masih dalam penanganan.
"Yang sudah melakukan pemungutan kita minta untuk mengembalikan seutuhnya atau kalau tidak harus membuat surat bahwa uang yang diberikan adalah sumbangan sukarela," beber dia.
"Yang tidak mau meanandatangani dan menyatakan sebagai sumbangan sukarela ya harus dikembalikan," Budhi melanjutkan.
Ombudsman RI DIY berharap masyarakat yang menemui kasus serupa agar tidak ragu untuk melapor ke Ombudsman agar bisa ditindaklanjuti.